in

SEKALI LAGIMENGAPA HARUS BERMAN;HAJ SALAF

Sekali lagi : Mengapa harus manhaj Salaf ?

Penulis : Ustadz Muhammad Umar As Sewed

Umat manusia pada awalnya merupakan satu umat dan satu aqidah. Hal
tersebut terjadi sejak masa nabi Adam sampai masa sebelum diutusnya nabi
Nuh.

Allah berfirman:

كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللهُ النَّبِيِّيْنَ مَبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ. (البقرة: 213)

Manusia dahulunya adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan),
maka Allah mengutus para Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi
peringatan (al-Baqarah: 213).

Berkata Ibnu Abbas : “Antara Nabi Adam dan Nuh alaihimas sallam
(berlangsung) sepuluh generasi yang kesemuanya berada di atas agama
Islam. (Tafsir Ibnu Katsir (1/237) dan Jami’ul Bayan ath-Thabari
(2/193))”.

Yakni semuanya dalam keadaan bertauhid sampai terjadinya kesyirikan
pertama kali pada zaman Nuh alaihi sallam, maka terjadilah perpecahan
dan perselisihan.

Kemudian Allah dengan rahmat dan kasih sayang-Nya mengutus Nuh alaihis
sallam -dan rasul-rasul setelahnya sampai rasul terakhir yaitu nabi
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam – untuk mengembalikan manusia pada
fitrahnya yaitu beribadah kepada Allah saja dan tidak melakukan
kesyirikan-kesyirikan.

Orang-orang yang mengikuti para Rasul tersebut dalam beriman kepada
Allah dan beribadah hanya kepada-Nya dinamakan muslimin. Allah
berfirman:

…مِلَّةَ أَبِيْكُمْ إِبْرَاهِيْمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ
قَبْلُ وَفِيْ هَذَا لِيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ شَهِيْدًا عَلَيْكُمْ
وَتَكُوْنُوْا شُهَدَآءَ عَلَى النَّاسِ…. (الحج: 78)

“(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu
sekalian orang-orang muslim dari dahulu dan (begitu pula) dalam
(al-Qur’an) ini, supaya rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya
kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia”. (al-Hajj: 78)

Dan demikian pula tatkala Nabi Ibrahim dan Ya’qub berwasiat kepada
anak-anaknya menyebut dengan nama muslimin. Sebagai-mana firman Allah
ta’ala:

وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيْمُ بَنِيْهِ وَيَعْقُوْبُ يَابَنِيَّ إَنَّ
اللهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّيْنَ فَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ
مُسْلِمُوْنَ. (البقرة: 132)

Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya demikian
pula Ya’-qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah
telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam
memeluk agama Islam. (al-Baqarah: 132)

Dengan diutusnya para rasul manusia terpisah menjadi dua golongan: yang
mengikuti mereka yaitu mukminin dan orang-orang kafir yang menentang
mereka.

Pada masa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam kaum muslimin satu,
satu aqidah, pemahaman dan satu jalan. Kemudian Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wassalam mengabarkan bahwa umat ini akan terpecah-belah menjadi
tujuh puluh tiga golongan, sebagaimana sabdanya:

وَعَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرُو قَالَ رَسُوْلُ اللهِ i وَتَفْتَرِقُ
أُمَّتيِ عَلَى ثَلاَثِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةَ كُلُّهَا فىِ النَّارِ إِلاَّ
وَاحِدَةً: مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابيِ. (رواه الترمذي)

Dan dari Abdullah bin Amr, Rasulullah bersabda: “Akan terpecah belah
umatku atas tujuh puluh tiga milah (golongan), seluruh-nya akan masuk
neraka kecuali satu milah yakni apa yang aku dan para shahabatku berada
di atasnya. (HR. Tirmidzi)

Perpecahan umat kali ini disebabkan oleh keluarnya mereka -yang mengaku
muslim ini- dari sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. Bermula
dari sekelompok orang yang terlalu bersemangat dalam melakukan amalan,
akan tetapi tanpa ilmu. Mereka mengkafirkan kaum muslimin yang berbuat
dosa besar dan mereka mengkafirkan penguasa hanya dengan tuduhan-tuduhan
bahwa penguasa telah melakukan kedhaliman. Padahal pada waktu itu
khalifahnya adalah Utsman bin Affan d. Akhirnya mereka keluar dari
sunnah nabinya yang kemudian dikenal dengan nama kelompok Khawarij.

Setelah itu muncul pula sekelompok orang yang mengaku muslim, namun
me-lampaui batas dalam mengkultuskan Ali bin Abi Thalib d. Sebagian
mereka menganggap Ali bin Abi Thalib lebih pantas sebagai khalifah
daripada Abu Bakar dan Umar. Dengan ini mereka menyelisihi kesepakatan
(Ijma’) para shahabat dan keluar dari jama’ah mereka. Sebagian lagi
menganggap bahwa Ali dlah yang seharusnya menjadi nabi dan bahkan
sebagian lagi menganggap Ali adalah tuhan mereka. Mereka akhirnya telah
keluar dari Agama Islam dan ajaran Nabi Mu-hammad i. Merekalah yang
dikenal dengan sebutan Syi’ah Rafidhah.

Setelah itu muncul pula kelompok qoda-riyah yang mengingkari adanya
takdir Allah dan tidak percaya kalau semua yang terjadi ini adalah
takdir dari Allah. Mereka mengang-gap semua terjadi dengan sendirinya.
Sebaliknya dari di atas muncullah golongan Jabriyah yang dengan alasan
takdir mereka meng-ingkari perlunya amal dan syari’at. Dengan pemahaman
ini mereka keluar dari ajaran sunnah nabi.

Kemudian muncullah berbagai macam kelompok-kelompok baru yang memahami
Islam tidak seperti apa yang diajarkan oleh Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wassalam, meyakini tidak seperti keyakinan-keyakinan yang
ditanamkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam atau dengan kata
lain pemahaman bid’ah dan berkeyakinan bid’ah.

Mereka yang telah keluar dari pemahaman sunnah ini dikenal dengan ahlul
bid’ah, sedangkan yang masih tetap di atas sunnah dalam pemahaman,
keyakinan dan amalan dikenal dengan ahlus sunnah.

Dengan munculnya berbagai macam aliran pemahaman dan aqidah, yang
semua-nya mengaku kaum muslimin, maka ketika seseorang berbicara tentang
Islam kita harus jeli, Islam yang mana dan dengan pemahaman siapa,
apakah dengan pema-haman orang-orang yang sudah keluar dari sunnah atau
yang masih tetap di atas sunnah?!

Kemudian nama ahlus sunnah semakin dikenal dan hampir semua kaum
musli-min mengaku sebagai ahlus sunnah. Dan mereka semua menyatakan
berpegang pada kitab dan sunnah. Akan tetapi sayang sebagian besar
mereka tidak memahami maknanya.

Maka nama atau istilah ahlus sunnah harus didudukkan kembali dan diberi
penjelasan yang rinci agar jangan manusia hanya mengambil lafadznya
tanpa mengerti makna-nya. Demikian pula terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah
dengan pemahaman siapakah harus diterapkan? Jawabnya sangat jelas.
Bahwasanya ahlus sunnah yang betul-betul berpegang dengan sunnah adalah
mereka-mereka yang menjalani jalan Rasulullah yang dibimbing dan
dipimpin langsung oleh Rasulullah dan diarahkan oleh Rasulullah,
sehingga langkahnya tepat, pemahamannya benar dan pengamalannya sesuai
dengan apa yang dimaukan oleh Allah serta Rasulullah sendiri. Itulah
para shahabat Rasulullah Radiyallahu ‘anhum. Dan itulah ahlus sunnah
yang pasti yang diistilahkan oleh Rasulullah dengan Al-Jama’ah.

افْتَرَقَتِ اليَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً، فَوَاحدِةٌ
فيِ الْجَنَّةِ وَسَبْعُوْنَ فيِ النَّارِ وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى
اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَإِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فىِ النَّارِ
وَوَاحِدَةٌ فيِ الْجَنَّةِ. وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ
لَتَفْتَرِقُ أُمَّتيِ عَلَى ثَلاَثِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَاحِدَةٌ فِي
الْجَنَّةِ وَثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فىِ النَّارِ. قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ
اللهِ مَنْ هُمْ؟ قَالَ: الْجَمَاعَةُ. (رواه ابن ماجه عن عوف بن مالمك)

Telah terpecah belah Yahudi menjadi tujuh puluh satu firqah (golongan),
satu firqah masuk ke dalam surga dan yang tujuh puluh firqah masuk
neraka. Dan telah terpecah belah Nashroni menjadi tujuh puluh dua
firqah, tujuh puluh satu firqah masuk neraka dan satu firqah masuk ke
dalam surga. Dan demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya,
umatku akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga firqah, satu firqah
akan masuk ke dalam surga dan yang tujuh puluh dua firqah akan masuk ke
dalam neraka. Di tanyakan (oleh shahabat): “Si-apakah dia wahai
Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Al-Jama’ah”. (HR. Ibnu Majah dari Auf
bin Malik)

Yaitu mereka yang tetap bersama jama’ah yang pertama: yaitu para
shahabat karena keterangan Rasulullah I yang menyatakan bahwa dari tujuh
puluh tiga golongan tersebut hanya satu yang selamat yaitu Al-Jama’ah
(كلها في النار إلا واحدة): “Semuanya di dalam neraka kecuali satu”
Dan diterangkan oleh beliau bahwa mereka adalah siapa saja yang bersama beliau dan para shahabatnya: ما أنا عليه وأصحابي.
Dengan demikian kalimat ahlus sunnah tidak bisa dipisahkan dengan
Al-Jama-’ah dan pemahaman terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah tidak bisa
dipisahkan dengan pemahaman para shahabat, karena tidak ada di dunia ini
yang dijamin oleh Allah dengan keridlaan, secara ta’yin (jelas dan
pasti) kecuali mereka.

وَالسَّابِقُوْنَ اْلأَوَّلُوْنَ مِنَ الْمُهَاجِرِيْنَ وَاْلأَنْصَارِ
وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا
عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِيْ تَحْتَهَا اْلأَنْهَارُ
خُالِدِيْنَ فِيْهَآ أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمِ. (التوبة: 100)

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di
antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada
Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di bawahnya; mere-ka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Itulah kemenangan yang besar. (at-Taubah: 100)
Sedangkan selain para shahabat, me-reka belum bisa dipastikan
mendapatkan keridhaan Allah. Allah hanya memberitakan syarat; jika
syarat itu diikuti mereka juga mendapatkan keridhaan dari Allah. Syarat
itu adalah mengikuti para shahabat dengan baik atau dengan istilah
al-Qur’an: تابعين لهم بإحسان

Dan istilah dalam hadits:مثل ما أنا عليه وأصحابي.
Dengan demikian generasi shahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in adalah
tiga generasi terbaik yang dipuji oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wassalam sebagai generasi percontohan dan umat teladan. Sebagaimana
sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam :
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ. (رواه البخاري ومسلم(
Sebaik-baik manusia ialah generasiku (para shahabat), kemudian generasi
berikutnya (tabi’in) dan kemudian generasi berikutnya (tabi’it tabi’in).
(HR. Bukhari Muslim)
Merekalah yang disebut dengan istilah salaf atau salafus shalih yang
bermakna para pendahulu, seperti ucapan Rasulullah i kepada Fathimah:

فَاتَّقِي اللهَ وَاصْبِرِيْ فَإِنَّهُ نِعْمَ السَّلَفُ أَنَا لَكِ. (رواه مسلم، فضائل فاطمة 2/245حديث 98(

Bertaqwalah kepada Allah (wahai Fathimah) dan bersabarlah. Dan aku adalah sebaik-baik salaf (pendahulu) bagimu. (HR. Muslim)

Yakni yang dimaksud oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam ialah
bahwa beliau yang mendahuluinya dalam kebaikan sehingga makna salaf
adalah orang-orang yang mendahului dalam kebaikan. Istilah Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wassalam ini dikenal untuk menyebut para shahabat dan
tabi’in yang mendahului kita di jalan sunnah.

Jalan merekalah yang harus ditempuh oleh generasi yang datang
setelahnya, memahami dengan pemahaman mereka, menerapkan dan
mendakwahkannya seperti mereka. Jalan merekalah yang kemudian dikenal
dengan istilah manhaj salaf, metode salaf, ajaran salaf atau pemahaman
salaf dan lain-lain.
Ringkas kata, ketika seseorang mengaku muslim, maka konsekwensinya
adalah harus menjadi ahlus sunnah wal jama’ah. Dan seseorang yang
mengaku ahlus sunnah wal jama’ah harus berpegang teguh dengan manhaj
salaf. Kalau tidak demikian maka hal itu hanyalah sekedar pengakuan
tanpa bukti dan hanya penamaan tanpa arti. Wassallam.

(Dinukil dari Risalah Dakwah MANHAJ SALAF, artikel asli berjudul
“Mengapa Harus Manhaj Salaf”, oleh Ustadz Muhammad Umar As Sewed.
Diterbitkan oleh Yayasan Dhiya’us Sunnah, Jl. Dukuh Semar Gg. Putat RT
06 RW 03, Cirebon. telp. (0231) 222185. Penanggung Jawab: Ustadz
Muhammad Umar As-Sewed; Redaksi: Muhammad Sholehuddin, Dedi Supriyadi,
Eri Ziyad; Sekretaris: Ahmad Fauzan; Sirkulasi: Arief, Agus Rudiyanto;
Keuangan: Kusnendi. Pemesanan hubungi: Abu Rahmah HP. 081564634143)

BELAJAR SALAF: CIRI KHAS MANHAJ SALAF

RUJUK KEPADA KEBENARAN ADALAH CIRI AHLUS SUNAH