in

Problematika PAI di Sekolah – Kabar Pendidikan

Problematika PAI di Sekolah


Berbagai hasil penelitian tentang problematika PAI di sekolah selama ini, ditemukan salah satu faktornya adalah karena pelaksanaan pendidikan agama cenderung lebih banyak digarap dari sisi-sisi pengajaran atau didaktik-metodiknya. Guru-guru PAI sering kali hanya diajak membicarakan persoalan proses belajar mengajar, sehingga tenggelam dalam persoalan teknis-mekanis semata. Sementara itu persoalan yang lebih mendasar yaitu yang berhubungan dengan aspek pedagogisnya, kurang banyak disentuh. Padahal, fungsi utama pendidikan agama di sekolah adalah memberikan landasan yang mampu menggugah kesadaran dan mendorong peserta didik melakukan perbuatan yang mendukung pembentukan pribadi beragama yang kuat.

Tiga hal menurut Hidayat yang bisa dikemukakan untuk membuktikan kekurang-tepatan orientasi pendidikan dimaksud, yaitu:
a. Pendidikan agama saat ini lebih berorientasi pada belajar tentang agama.
b. Tidak tertibnya penyusunan dan pemilihan materi-materi pendidikan agama sehingga sering ditemukan hal-hal yang prinsipil yang seharusnya dipelajari lebih awal, justru terlewatkan, misalnya pelajaran keimanan/tauhid.
c. Kurangnya penjelasan yang luas dan mendalam atas istilah-istilah kunci dan pokok dalam ajaran agama sehingga sering ditemukan penjelasan yang sudah sangat jauh dan berbeda dari makna, spirit dan konteksnya.

Dari berbagai seminar dan simposium yang dilakukan, baik oleh Departemen Agama, PTAI, maupun lembaga swadaya masyarakat lainnya, dapat dihimpun berbagai faktor penyebab kurang efektifnya pendidikan agama di sekolah sebagai berikut:
a. Faktor internal, yaitu faktor yang muncul dari dalam diri guru agama, yang meliputi: kompetensi guru yang relatif masih lemah, penyalahgunaan manajemen penggunaan guru agama, pendekatan metodologi guru yang tidak mampu menarik minat peserta didik kepada pelajaran agama, solidaritas guru agama dengan guru non-agama masih sangat rendah, kurangnya waktu persiapan guru agama untuk mengajar, dan hubungan guru agama dengan peserta didik hanya bersifat formal saja.
b. Faktor Eksternal, yang meliputi: sikap masyarakat/orangtua yang kurang concern terhadap pendidikan agama yang berkelanjutan, situasi lingkungan sekitar sekolah banyak memberikan pengaruh yang buruk, pengaruh negatif dari perkembangan teknologi, seperti internet, play station dan lain-lain.
c. Faktor Institusional yang meliputi sedikitnya alokasi jam pelajaran pendidikan agama Islam, kurikulum yang terlalu overloaded, kebijakan kurikulum yang terkesan bongkar pasang, alokasi dana pendidikan yang sangat terbatas, alokasi dana untuk kesejahteraan guru yang belum memadahi dan lain sebagainya.
Secara lebih operasional, problem PAI dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Dari proses belajar-mengajar, guru PAI lebih terkonsentrasi persoalan-persoalan teoritis keilmuan yang bersifat kognitif semata dan lebih menekankan pada pekerjaan mengajar/ transfer ilmu
b. Metodologi pengajaran PAI selama ini secara umum tidak kunjung berubah, ia bagaikan secara konvensional-tradisional dan monoton sehingga membosankan peserta didik.
c. Pelajaran PAI seringkali dilaksanakan di sekolah bersifat menyendiri, kurang terintegrasi dengan bidang studi yang lain, sehingga mata pelajaran yang diajarkan bersifat marjinal dan periferal.
d. Kegiatan belajar mengajar PAI seringkali terkonsentrasi dalam kelas dan enggan untuk dilakukan kegiatan praktek dan penelitian di luar kelas.
e. Penggunaan media pengajaran baik yang dilakukan guru maupun peserta didik kurang kreatif, variatif dan menyenangkan.
f. Kegiatan belajar mengajar (KBM) PAI cenderung normatif, linier, tanpa ilustrasi konteks sosial budaya di mana lingkungan peserta didik tersebut berada, atau dapat dihubungkan dengan perkembangan zaman yang sangat cepat perubahannya.
g. Kurang adanya komunikasi dan kerjasama dengan orangtua dalam menangani permasalahan yang dihadapi peserta didik.

Berbagai problem tersebut muncul tentunya tidak terlepas dari kebijakan yang berkaitan pelaksanaan Pendidikan Agama (baca : Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum), baik yang berupa kebijakan ekternal yang berasal dari pemerintah maupun kebijakan internal (institusional) sebagai bentuk operasionalisasi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum.

Berbagai kebijakan yang ada tidak akan terlaksana dengan baik bila tidak dikemas dalam sistem pembelajaran yang efektif dan efisien. Tugas ini harus diemban oleh seluruh lapisan masyarakat terutama para pelaksana pendidikan yang bersentuhan langsung dengan sistem pendidikan.
Fenomena di atas nampaknya sudah mulai disadari oleh para pelaksana pendidikan di Sekolah Umum. Keterbatasan alokasi waktu untuk Mata Pelajaran PAI harus diperkaya dengan berbagai strategi baik dalam kebijakan maupun dalam proses pembelajarannya. Keberadaan PAI tidak hanya dipandang sebagai salah satu Mata Pelajaran yang berdiri sendiri, tetapi lebih dari itu keberadaanya terkait dengan mata kuliah lainnya. Dengan demikian, porsi untuk Mata Pelajaran PAI bisa lebih memadahi dengan kebijakan tersebut.

Sementara itu, menurut Malik Fajar, untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh dunia pendidikan sebagaimana digambarkan di atas, maka perlu digunakan dua konsep pendekatan, yaitu: (1). Macrocosmis (tinjauan makro) yakni pendidikan dianalisis dalam hubungannya dengan kerangka sosial yang lebih luas. (2). Microcosmis (tinjauan mikro), yakni pendidikan yang dianalisis sebagai satu kesatuan unit yang hidup dimana terdapat interaksi di dalam dirinya sendiri.

Rujukan:
1. Malik Fadjar. Holistika Pemikiran Pendidikan. Bandung: Raja Grafindo Persada, 2005, hal. 195
2. Komaruddin Hidayat dalam Fuaduddin & Cik Hasan Bisri (Eds), Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999, hal. xii-8.
3. Malik Fadjar, Visi Pendidikan Islam, Jakarta Pusat: Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penyusunan Naskah Indonesia (LP3NI), 1998, hal. 31

Budaya Religius Sekolah – Kabar Pendidikan

Landasan Pendidikan Agama Islam di Sekolah