Sebagai umat Islam, kita sering sekali mendengar istilah “syari’ah. Bahkan umat lain pun sering pula mendengar istilah ini. Namun apakah kita sendiri benar-benar paham apa makna dari “syari’ah” itu? Untuk itu disini akan dibahas secara ringkas mengenai makna dari syari’ah. Penjelasan tentang makna syari’ah yang akan dijelaskan ini merupakan ringkasan atau ihktisar dari sebuah buku yang berjudul “Pengantar Ilmu Fiqh Usul Fiqh” karya Zarkasji Abdul Salam dan Oman Fathurohman.
Syariah dan Fikih Memiliki Perbedaan Namun Tidak Dapat Dipisahkan
Namun selanjutnya kata ini digunakan oleh orang Arab dalam arti “jalan yang lurus”. Sedangkan menurut Istilah, syari’ah berarti “Hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah untuk hamba-hambanya, yang dibawa oleh salah seorang Nabi-Nya saw, baik hukum-hukum tersebut berhubungan dengan cara melakukan perbuatan yaitu yang disebut sebagai furu’ (cabang) dan ‘amaliyah (perbuatan) dan untuknya maka dihimpun ilmu Fiqh; Atau berhubungan dengan cara menentukan kepercayan (i’tiqad) yaitu yang disebut dengan hukum pokok dan kepercayaan dan untuknya maka dihimpunlah ‘Ilmu Kalam’, atau yang berhubungan dengan tingkah laku manusia atau jiwa manusia dan untuknya maka dihimpunlah “Ilmu Akhlaq”.
Arti dari Fikih
Beberapa Ungkapan al-Quran dan sabda Nabi saw, menunjukan bahwa di masa Rasulullah saw, istilah fiqh tidak digunakan dalam pengertian hukum saja, tetapi mempunyai arti yang lebih luas mencakup semua aspek yang termasuk dalam agama (Islam), yaitu ‘akidah , muamalat dan akhlaq.
Setelah lahirnya pemuka-pemuka mujtahid pada abad kedua hijriyah, barulah kata ‘fiqh’ diartikan secara sempit. Istilah Fiqh dikhusukan untuk istilah nama dari hukum-hukum yang dipetik dari Kitab Allah dan Sunnah Rasul dengan menggunkan ijtihad dan istinbat yang sempurna terhadap hukum-hukum mengenai ‘amaliyah (perbuatan) para mukallaf(orang yang dibebani hukum).
Nampaknya pada abad kedua hijriyah, fiqh masih diartikan secara umum tidak seperti sekarang. Ia mencakup masalah teologis (akidah) maupun masalah akhlak. Pada pertengahan abad kedua, fiqh didefiniskan secara khusus yakni hanya menyangkut masalah-masalah perbuatan (amaliyah) para mukalaf yang diambil dari dalil-dalilnya yang tafsili. Pada masa ini munculah kitab-kitab fiqh yang disusun oleh para Mujtahid seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal.
Obyek ilmu fikih kemudian dirinci kepada bagian yang lebih khusus lagi yaitu:
- Al’Ibadat (masalah ibadah): Salat, puasa, zakat dan haji, jihad, nazar, qurban, penyembelihan, perburuan, akikah dan makanan/minuman.
- Al Ahkhwal asyaksiyyah (masalah amal privat): Masalah yang berkaitan dengan kekeluargaan sepeti nikah, khulu’, lian, talaq, ila’, zihar, ruju’, iddah, perwalian, wasiat, waris, rada’ah, hadanah dan perwakilan.
- Al-Mu’amalat Al Madaniyah : jualbeli, sewa menyewa, hutang-piutang, gadai, syuf’ah, sharf, salam, hiwalah(pemindahan hak), perwalian harta, tanggungan, jaminan, mudarabah, syirkah, pinjam-meminjam, wadi’ah, barang temuan, gasab, hibah dll.
- Al-Mu’amalat Al Maliyah: Baitul mal(pebendaharaan negara), sumber-sumber baiutl mal, macam-macam kekayaan yang dimasukan ke Baitul Mal, Kepentingan Baitul Mal, dll.
- Al-Jinayat wa Aluqubat: Qishah, Hudud, Ta’zir, Riddah, Syaribah (khamr), Zina, Qazaf, peperangan, pemberontakan, perampokan, pencurian.
- Al-Ahkam Al-Murafa’at atau Mukhasamat: Peradilan, Hakim, Gugatan, dakwaan, pembuktian, saksi, sumpah, dll.
- Al Ahkam As Sultaniyah, hukum tata negara: Memilih kepada negara, syarat menjadi kepala negara, Hak Waliyul amri, Hak dan kewajiban rakyat, hak dan kewajiban bermusyawarah dan mengeluarkan pendapat, dll.
- Al Ahkam ad Duwaliyah, hukum internasional: Hukum negara Islam dengan negara Islam lainnya, Hubungan negara Islam dengan negara non-islam, hukum perang, hukum dikala damai, pengaturan tawana perang, traktat2, Jizyah,dll.
Itulah sedikit gambaran mengenai makna ‘syari’ah‘ dan bagaimana hubungannya dengan ‘fiqh‘.
(Sumber: Salam, Zarkasji Abdul dan Fathurohman, Oman; Pengantar Ilmu Fiqh Usul Fiqh I, Yogyakarta: LESFI, 1994.)