in

Metode Pendidikan Agama Islam (makalah lengkap)

Metode Pendidikan Agama Islam

Dalam Al-Quran dan Hadits

Metode berarti cara atau jalan, sementara
metodologi berarti ilmu pengetahuan tentang cara yang harus dilalui untuk
mencapai tujuan. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan pendidikan Islam
diperlukan sejumlah metode yang digunakan untuk menyampaikan materi pendidikan
Islam. Metode-metode pendidikan Islam yang digunakan itu diharapkan dapat
membina kepribadian anak didik dan memotivasi mereka sehingga aplikasi
metode-metode ini  memungkinkan puluhan
ribu kaum muslimin dapat membuka hati mereka untuk menerima petunjuk Allah swt.
dan konsep-konsep perubahan Islam di masa yang akan datang.  Berikut ini akan dikemukakan beberapa metode
pendidikan Islam yang dianggap paling penting dan paling menonjol. 

Pembahasan beberapa metode pendidikan agama Islam pada makalah ini diharapkan
dapat menjadi bahan perbandingan di antara setiap metode sehingga para pendidik
dapat memilih
  metode yang dianggapnya
lebih tepat
  dalam membina anak-anaknya
baik di rumah, sekolah atau masyarakat maupun menggabungkan beberapa metode
dalam waktu yang bersamaan dalam melakukan pendidikan. berikut ini beberapa metode pendidikan agama Islam tersebut:

1.     
Metode Dialog Qurani dan
Nabawi
Dialog dapat diartikan sebagai pembicaraan antara dua pihak atau lebih yang
dilakukan melalui tanya jawab dan di dalamnya terdapat kesatuan topik atau
tujuan pembicaraan. Al-Nahlawi (1997 : 205).  Dengan demikian, dialog merupakan jembatan
yang menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang yang lainnya.
Bentuk dialog yang terdapat di dalam Alquran dan hadis Rasulullah sangat
variatif. Namun, bentuk dialog yang paling penting adalah dialog Khithaby atau seruan Allah kepada
hamba-Nya. Dialog ini juga sering disebut dengan ta’abbudi atau penghambaan.
Dialog ini merupakan dialog yang diambil dari dialog antara Tuhan dengan
hamban-hamba-Nya.
Tuhan dalam
Alquran sering memanggil hamba-Nya dengan ucapan wahai orang-orang yang
beriman, dan hambapun menjawab panggilan itu dengan kalimat ”kusambut panggilan
engkau yang Rabby. Dialog antara Tuhan dengan hamba-Nya ini menjadi petunjuk
bahwa pengajaran seperti ini dapat digunakan oleh pendidik sebab Tuhanpun
menggunakannya dalam mengajari hamban-hamba-Nya. Dialog  Khithaby antara  Tuhan dan hamba-Nya juga dapat dilihat dalam
berbagai hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Husain.
Dalam hadis itu, dipahami bahwa enam ayat dari surah al-Fatihah itu merupakan
salah satu contoh dari dialog antara Tuhan dengan hamba-hamba-Nya.
Model lain dari bentuk dialog Qurani dan Nabawi adalah dialog washfi. Dialog ini berarti dialog antara
Tuhan dan  malaikat-Nya atau makhluk
ghaib lainnya. Menurut Abdurrahman al-Nahlawi, dialog ini menyajikan gambaran
hidup tentang kondisi psikis ahli surga dan neraka.
Dialog seperti ini dapat ditemukan di dalam surah al-shaffat ayat 50-57. Hikmah yang dapat
dipetik dari bentuk dialog washfy  ini adalah menyadarkan kita akan kondisi
neraka dan surga.
Selanjutnya dialog naratif atau qishashi.
Dialog model ini sering juga disebut dengan percakapan tentang sesuatu melalui
kissah. Dialog naratif atau  hiwar qishashy tampil dalam bentuk kisah
yang bentuk dan alur ceritanya  jelas
sehingga bagian dari cara atau unsur cerita dalam Alquran. Dialog seperti ini
dapat menimbulkan dampak edukatif yang sangat menakjubkan. Di samping itu,  ia juga dapat mempengaruhi penalaran, serta
dapat mempengaruhi mentalitas dan perasaan seseorang. Hal ini dapat dilihat
dalam Alquran surah Hud  ayat 84-95.
Selanjutnya hiwar argumentatif
atau hiwar jadaly yang terfokus pada
pengokohan hujjah atas kaum musyrikin agar mereka mengakui pentingnya keimanan
dan pengesahan kepada-Nya serta kerasulan Nabi Muhammad saw. Dan hiwar yang
terakhir adalah hiwar  nabawi. Dialog nabawi atau hiwar nabawy adalah dialog yang terjadi
antara nabi Muhammad dengan sahabat-sahabatnya, dalam rangka pendidikan dan
pengajaran beliau terhadap para sahabatnya dan umatnya. Beliau menjadikan jenis
dan bentuk dialog Qurani sebagai pedoman dalam mempraktekkan metode
pendidikannya. Hal ini tidak mengherankan karena akhlak beliau itu adalah
Alquran sendiri.
Kejelasan tentang aspek-aspek dialog ditujukan agar setiap pendidik dapat
mengembangkan afeksi, penalaran dan perilaku ketuhanan anak didik. Selain itu,
seseorang pendidik dapat memanfaatkan dialog untuk melengkapi metode pengajaran
lainnya.
2.     
Metode  Kisah Qurani dan Nabawi
Dalam pendidikan Islam, metode kisah tetap merupakan metode pendidikan
Islam yang sangat penting dan mengesankan. Ada beberapa alasan tentang hal ini. Pertama, metode kisah selalu memikat
karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwanya,
menerangkan maknanya, selanjutnya makna-makna itu memberikan kesan dalam hati
pembaca atau pendengarnya. Kedua,
kisah Qurani dan Nabawi  dapat menyentuh
hati manusia, karena kisah itu, menampilkan tokoh dalam konteksnya yang
menyeluruh sehingga pembaca atau pendengar dapat ikut menghayati dan merasakan
kisah itu sehingga seolah-olah ia sendiri tampil menjadi tokohnya, dan ketiga, kisah Qurani mendidik perasaan
keimanan dengan cara mengbangkitkan perasaan seperti khauf, ridha dan mahabbah,
mengarahkan seluruh perasaan sehingga bertumpuk pada suatu puncak yaitu
kesimpulan kisah dan melibatkan pembaca dan pendengar ke dalam kisah itu sehingga
ia terlibat secara emosional.  Secara
sederhana, memang dapat dipahami bahwa para pendengar dan pembaca kisah dapat
memperoleh nasihat, perumpamaan dan pelajaran dari sebuah kisah sekaligus
mengaplikasikan dalam kehidupannya sehari-hari
3.     
Metode Amtsal atau
Perumpamaan
                  Kata
amtsal
adalah bentuk jamak dari lafadz  matsal yang searti dengan syibh dan nazir yang diterjemahkan dengan perumpamaan atau bandingan.
Ahmad Jamal al-Umay, (1982 : 111)
bandingkan dengan Luis ma’luf, (1988 ; 747).
Menurut al-Qathtthan, amtsal
adalah mengungkapkan makna dalam bentuk perkataan yang menarik dan simpel serta
mempunyai pengaruh yang mendalam terhadap jiwa baik berupah tasybih maupun perkataan bebas. Qaththan
(1973 : 283). Di dalam ayat-ayat Alquran sering ditemukan bentuk-bentuk
perumpamaan misalnya perumpamaan orang-orang 
berlindung kepada selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat
rumah padahal rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba.
Di
antara kelebihan dan keunggulan metode ini adalah 1) mempermudah peserta didik
memahami konsep yang abstrak. 2) Perumpamaan dapat merangsang kesan terhadap
makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut. 3) Memberikan motivasi kepada
pendengarnya untuk berbuat amal baik dan menjauhi kejahatan. 4) Harus merupakan
perumpamaan yang logis sehingga pengertiannya tidak kabur hilang. Oleh karena
itu, metode perumpamaan yang digunakan Allah dalam Alquran untuk mendidik
hamba-Nya, dapat diteladani sekaligus dipraktekkan oleh para pendidik (guru,
orang tua, dan masyarakat) untuk mendidik anak didiknya. Penggunaannya tentu
saja sama dengan metode kissah yaitu
dengan berceramah atau membaca teks.
4.     
Metode Keteladanan
Metode ini didasarkan pada suatu prinsip bahwa manusia terutama anak-anak
suka meniru-niru baik yang sifat baik maupun yang buruk. Alquran menandaskan
dengan tegas pentingnya contoh atau teladan dan pergaulan yang baik dalam usaha
membentuk kepribadian seseorang. Ia menyuruh kita mempelajarai tindak tanduk
Rasulullah saw. dan menjadikannya contoh yang paling utama. Sesungguhnya
seorang guru adalah contoh yang paling utama bagi anak-anak didiknya.
Jika benar-benar bisa menyantuni dan
memberi teladan yang baik.
Ahmad Tafsir menjelaskan bahwa keteladanan terbagi menjadi dua bagian  yaitu sengaja dan tidak sengaja. Keteladanan
yang tidak di sengaja ialah keteladanan dalam keilmuan, kepemimpinan, sifat
keikhlasan dan sebagainya. Sedangkan keteladanan yang sengaja adalah memberikan
contoh dengan sengaja misalnya membaca dengan baik, mengerjakan shalat dengan
benar. Bentuk yang kedua ini memang disertai penjelasan atau perintah  untuk meneladaninya. Fachrudin (1941 : 490)
dan bandingkan mappanganro (
1996 : 95). Beberapa ayat yang menandaskan pentingnya contoh dan pergaulan dapat
dilihat dalam Alquran surah al-ahzab
ayat 21,27 dan 28.
5.     
Metode Pembiasaan
                  Metode Pembiasaan dalam pendidikan Islam
adalah pengulangan-pengulangan suatu pengalaman dari sesuatu yang telah
dikerjakan. Dalam sikap pembinaan sikap, metode pembiasaan ini sangat efektif.
Semua ahli pendidikan sepakat bahwa pembiasaan adalah salah satu upaya
pendidikan yang baik, terutama dalam pembentukan manusia dewasa.
                  Tujuan
utama pembiasaan adalah penanaman kecakapan-kecakapan berbuat dan pengucapan
sesuatu agar cara-cara yang tepat dapat dikuasai oleh anak didik. Pembiasaan
menjadi salah satu aspek dalam pembentukan kepribadian anak. Pembiasaan yang
dilakukan oleh anak didik dalam ajaran Islam misalnya membiasakan melaksanakan
shalat tepat pada waktunya, membiasakan mengucapkan salam, membiasakan bertutur
kata yang sopan dan berbagai kebiasaan positif lainnya. Anak-anak semestinya
dibiasakan untuk melaksanakan kebaikan sejak dini agar dapat tertanam perilaku
yang sesuai dengan ajaran agama Islam.
6.     
Metode  Ibrah
atau nasehat
            Kata ’ibrah  adalah kata jamak
dari ’ibar yang memiliki beberapa
arti di antaranya peringatan, tauladan, pelajaran dan heran. Menurut
al-Nahlawi,  ’Ibrah  adalah suatu kondisi psikis yang menyampaikan
manusia untuk mengetahui intisari sesuatu perkara yang disaksikan,
diperhatikan, diinduksi, ditimbang-timbang, diukur-ukur dan diputuskan oleh
manusia secara nalar sehingga kesimpulannya dapat mempengaruhi hati untuk
mengakuinya.
            Tujuan metode ’ibrah  ini adalah mengantarkan pendengar atau pembaca
pada kepuasan berpikir akan salah satu akidah dalam mendidik perasaan ketuhanan
seperti menanamkan mengokohkan dan menumbuhkan tauhid dan ketundukan kepada
Allah swt. Model-model ’ibrah dalam
Alquran dan hadis  berbeda-beda
selaras  dengan beragamnya objek ’ibrah itu sendiri. Pada umumnya metode
ini dapat diperoleh melalui kisah, kejadian-kejadian bersejarah dan
makhluk-makhluk Allah dan nikmat-nikmat-Nya yang ia peruntukkan bagi manusia.

      Berdasarkan uraian di atas,
dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam sangat memperhatikan perenungan atas
kisah tertentu. Hal ini berarti melalui pengambilan ’ibrah para pendidik dapat membina anak didik, sehingga mereka
memiliki akhlak al-karimah berdasarkan
ajaran Islam. Mereka juga bisa memiliki perasaan ketuhanan, Karena pengambilan  ’ibrah itu hanya dapat dilakukan oleh
orang-orang yang berakal. Seorag pendidik dituntut untuk melakukan perenungan
dan pembiasaan mereka berpikir sehat.

DAFTAR PUSTAKA:

Sanjaya, Wina (2008), Kurikulum dan
Pembelajaran
. Bandung : Alpabeta.

Sukmadinata, Nana Sy (1997),  Pengembangan Kurikulum, Teori dan praktik. Bandung:
PT Remaja Rosda Karya.

________________ (2008),  Metode Penelitian
Pendidikan,
Bandung:
PT Remaja Rosda Karya.

Suprayogo,
Imam & Tobroni, (2001), Metodo Penelitian Sosial Agama, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Al-Nahlawi, Abdurrahman, (1996)
Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat,
diterjemahkan
oleh Shihabuddin dari jjudul aslinya Ushul
al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Asalibihu fi al-Bayt wa al-Madrasah wa al-Mujetama.

Cet.II. Jaka
rta : Gema Insani
Press.

Ashtiani, Ali Asthiani, et ell (2007), Comparison Cooperative Learning and           Tradisional      Learning in Academic Achievement. Tersedia [on-line]

Ahmad, Muhammad
Abdul Qadir (2008), Metodologi Pengajaran
Agama Islam.
  Jakarta : Rineka Cipta.

Arends, Richard II. 
(2004). Learning to Teach. New
York: Mc Graw Hill.

Budiningsih, (2005), Belajar
dan Pembelajaran
, Jakarta, Reneka Cipta.

Darajat, Zakiah. (1995), Metode Khusus Pengajaran Agama Islam, Cet. II. Jakarta
: Sinar Grafika Offset.
 Dahlan. (1984), Model-Model Mengajar Beberapa Alternatif
Interaksi Belajar Mengajar)
. Bandung : 
Diponegoro.
Departemen Agama Republik Indonesia,  Alquran dan Terjemahnya.
Madinah al-Munawwarah, Mujamma al-Malik Fahd li Thiba’ah al-Mushaf al-Syarif,
1412. H.

Departemen Pendidikan Nasional (2003), Kurikulum 2004, Standar Kompetensi Mata
Pelajaran Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah
Aliyah (MA).
Jakarta.

Lie, Anita. (2005). 
Cooperative Learning Mempraktikkan
Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas
.
Jakarta : Grasindo.
Mustaji, & Sugiarso.
(2005). Pembelajaran Berbasis
Konstruktivistik
. Surabaya: Unesa University Press.

Munir,
(2008).  Kurikulum Berbasis Kompetensi Teknologi
Informasi dan
Komunikasi, Bandung :
Al-Fabeta.

Muhaimin (2007), Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama
Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi.
Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
 Muhaimin, at all.(2008), Pengembangan Model kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada
sekolah dan Madrasah.
Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Muhaimin, (2009) Rekonstruksi Pendidikan Islam; dari
Paradigma Pengembangan, Managemen Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi
Pembelajaran.
 Raja Grafindo Persada : Jakarta.

Syaodih,
Nana. (2005). Landasan
Psikologis Proses Pendidikan
, Bandung : Rosdakarya.

Syaodih,
Erliany (Disertasi ; 2007), Pengembangan
Model Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial; Studi
pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar.
Bandung :
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
Sanjaya,
Wina. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi
Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana
Sanjaya,
Wina. (2008). Kurikulum dan Pembelajaran:
Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Jakarta:
Kencana
Shaleh,
Abdurrahman, (2004).
Madasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Jakarta :
PT Grafindo Persada.

Related Posts:

TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME (makalah lengkap)

Lingkungan Pendidikan Islam (makalah lengkap)