8:46 AM | Posted by Admin

Bismillahirahmaanirrahiim,
Alhamdulillah. Washolatu ‘alaa rasulillahi wa ‘alaa ‘alihi wa ash
habihi ajma’in waman tabi’ahum bi ihsaan ilaa yaumiddin. Amma Ba’du.
Telah sampai kepada kita sebuah jalan yang terang benderang, dan jalan
ini adalah satu-satunya jalan yang diridhoi, yang bisa mengantarkan
manusia kepada akhir yang baik, apalagi kalau bukan jalan Al Qur’an dan
As Sunnah. Jalan inilah yang membimbing para penakluk dunia
mendapatkan apa yang mereka inginkan, jalan ini hanya dibenci oleh
orang-orang yang munafiq, fasiq, kufur serta sombong terhadap Allah Azza wa Jalla.
Jalan ini telah mengarungi berabad-abad lamanya, membuat lukisan
sejarah yang menakjubkan dan berkali-kali diterpa musibah, tapi jalan
ini tetap kokoh hingga sekarang.
Bicara
tentang firqoh, maka telah disabdakan oleh Rasululloh
Shallallahu’alaihi wa salam tentang masalah perpecahan ini.
Hadits-haditsnya antara lain:
“Artinya : Sesunguhnya barangsiapa yang masih hidup diantara kalian dia
akan melihat perselisihan yang banyak, maka berpegang teguhlah kalian
dengan sunnah-Ku dan sunnah Khulafaa’rasiddin yang mendapat petunjuk
setelah Aku”. (Dikeluarkan oleh Abu Dawud 5/4607 dan Tirmidzi
5/2676 dan Dia berkata hadits ini hasan shahih ; juga oleh Imam Ahmad
4/126-127 dan Ibnu Majah 1/43).
Dan dalam sabdanya yang lain.
“Artinya : Telah berpecah kaum Yahudi menjadi tujuh puluh satu
golongan; dan telah berpecah kaum Nashara menjadi tujuh puluh dua
golongan; sedang umatku akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan,
semuanya akan masuk neraka kecuali satu. Maka kami-pun bertanya,
siapakah yang satu itu ya Rasulullah? Beliau menjawab: yaitu
barang-siapa yang berada pada apa-apa yang aku dan para sahabatku jalani
hari ini”. (Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi 5/2641 dan Al-Hakim
di dalam Mustadraknya I/128-129, dan Imam Al-Ajury di dalam
Asy-Syari’ah hal.16 dan Imam Ibnu Nashr Al-Mawarzy di dalam As-Sunnah
hal 22-23 cetakan Yayasan Kutubus Tsaqofiyyah 1408, dan Imam
Al-Lalikaai dalam Syar Ushul I’tiqaad Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah I nomor
145-147).
Jadi, telah nyata perpecahan itu sudah menjadi sunnatulloh. Dan
perpecahan ini akan berlangsung sampai hari kiamat kelak. Dan rasululloh
shallallahu’alaihi wa salam telah menceritakan tentang siapakah yang
selamat dari 73 golongan umat Islam tersebut. Dan tidak ragu lagi itu
adalah jalan salafush sholeh, yaitu jalan yang mana apa yang ada pada
diri rasululloh ada padanya. Dan di zaman ini siapa saja yang mengikuti
jalan salaful ummah, adalah orang yang selamat berdasarkan hadits di
atas.
Telah sampai kepada saya, sebuah berita yang kurang mengenakkan,
tentang para ikhwan salafiyin yang mana mereka berdakwah tidak dengan
hikmah. Keras dalam mendakwahi orang, dan juga terkadang menunjukkan
sikap yang tidak mengenakkan ketika ada orang yang baru mengikuti
kajian. Singkat ceritanya seperti ini:
“Ada seorang
ikhwan yang baru saja ikut ngaji, masih pakai celana isbal, juga
jenggotnya dicukur. Tidaklah mencerminkan orang yang mengikuti sunnah.
Dan di dalam majelis kajian tersebut, para pesertanya memandang remeh
ikhwan tersebut, bicaranya agak kasar dan bahkan terkadang ustadznya
pun ikut-ikutan bersikap seperti itu.”
Sebenarnya, isu ini kerap dilontarkan untuk meruntuhkan dakwah
salafiyin. Tentu saja, hal ini kerap terjadi, sebagaimana orang-orang
yang memang punya rasa hasad di dalam hati mereka, ingin sekali
meruntuhkan dakwah yang mulia ini dengan isu-isu seperti ini. Saya akan
bahas persoalan ini, Insya Allah, paling tidak seseorang yang membaca
tulisan ini faham apa yang mereka katakan terhadap jalan ini (dakwah
illallah) adalah jalan yang harus dijauhi.
Pertama, setiap dakwah salafiyin adalah dakwah dengan hikmah.
Dakwah dengan hikmah itu adalah dengan berlemah-lembut terhadap orang
yang didakwahi. Ada sebuah kaidah yang harus diperhatikan setiap para
da’i ketika mereka berdakwah, yaitu Al ‘Ilmu Qoblal Qouli wal ‘amal wal Adab Qoblal ‘Ilm.
Artinya “Ilmu itu sebelum berkata dan berbuat, dan adab itu sebelum
ilmu”. Jadi mustahil dakwah salafiyin tidak mengedepankan hal ini. Kalau
dakwah tidak didasari dengan hikmah, maka hasilnya adalah dakwah itu
tidak akan masuk ke dalam hati seseorang, justru dakwah itu hanya akan
masuk di telinga kanan dan keluar di telinga kiri.
Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al ‘Abbad rahimahulloh ta’alaa dibukunya
Rifqon Ahlussunnah bi ahlassunnah menasehati kita pada bab Berkasih
Sayang dan Berlemah lembut.
Allah menjelaskan bahwa Nabi-Nya, Muhammad, sebagai orang yang memiliki akhlak yang agung. Allah Ta’ala berfirman.
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Artinya : Sungguh, kamu mempunyai akhlak yang agung” [Al-Qalam : 4]
Allah juga menjelaskan bahwa beliau adalah orang yang ramah dan lemah lembut. Allah Ta’ala berfirman.
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظّاً غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ
“Artinya : Dengan sebab rahmat Allah kamu berlaku lemah-lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentu mereka
menjauh dari sekelilingmu” [Ali Imran : 159]
Allah
juga menjelaskan bahwa beliau adalah orang yang penyayang dan memiliki
rasa belas-kasih terhadap orang-orang yang beriman. Allah Ta’ala
berfirman.
لَقَدْ جَاءكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
“Artinya : Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu
sendiri, yang berat memikirkan penderitaanmu, sangat menginginkan kamu
(beriman dan selamat), amat belas kasihan lagi penyayang terhadap
orang-orang mu’min” [At-Taubah : 128]
Rasulullah memerintahkan dan menganjurkan kita agar senantiasa berlaku lemah lembut. Beliau bersabda.
“Artinya : Mudahkanlah dan jangan kalian persulit, berilah kabar gembira dan janganlah kalian membuat orang lari”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 69 dan Muslim no. 1734 dari
Anas bin Malik. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim no. 1732 dari
Abu Musa dengan lafaz.
“Artinya : Berilah kabar gembira dan jangan kalian membuat orang lari. Mudahkanlah dan janganlah kalian persulit”.
Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya no.220 meriwayatkan sebuah hadits dari
Abu Hurairah bahwa Rasulullah pernah berkata kepada para sahabatnya
pada kisah tentang seorang Arab Badui yang kencing di masjid.
“Artinya : Biarkanlah dia! Tuangkanlah saja setimba/ seember air.
Sesungguhnya kalian diutus untuk mempermudah, bukan untuk mempersulit”
Al-Bukhari meriwayatkan dari Aisyah hadits no.6927 bahwa Rasulullah bersabda.
“Artinya : Wahai Aisyah, sesungguhnya Allah itu Maha lembut dan mencintai kelembutan di dalam semua urusan”
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim no. 2593 dengan lafaz.
“Artinya : Wahai Aisyah, sesunguhnya Allah itu Maha lembut dan
mencintai kelembutan. Allah memberi kepada kelembutan hal-hal yang tidak
diberikan kepada kekerasan dan sifat-sifat lainnya”
Muslim meriwayatkan hadits dalam kitab Shahihnya no.2594 dari Aisyah, Nabi bersabda:
“Artinya : Sungguh, segala sesuatu yang dihiasi kelembutan akan nampak
indah. Sebaliknya, tanpa kelembutan segala sesuatu akan nampak jelek”
Muslim juga meriwayatkan hadits no. 2592 dari Jabir bin Abdullah bahwa Nabi bersabda:
“Artinya : Siapa yang tidak memiliki sifat lembut, maka tidak akan mendapatkan kebaikan”.
Allah pernah memerintahkan dua orang nabiNya yang mulia yaitu Musa dan
Harun untuk mendakwahi Fir’aun dengan lembut. Allah Ta’ala berfirman:
اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى. ٤٤. فَقُولَا لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
“Artinya : Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, karena dia telah
berbuat melampui batas. Berbicaralah kepadanya dengan kata-kata yang
lembut, mudah-mudahan ia mau ingat atau takut” [Thaha : 43-44]
Allah juga menjelaskan bahwa para sahabat yang mulia senantiasa saling bekasih sayang. Allah Ta’ala berfirman:
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ
“Artinya : Muhammad itu adalah utusan Allah. Orang-orang yang selalu
bersamanya bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih
sayang sesama mereka” [Al-Fath : 29]
Kedua, manhaj salafush sholeh adalah manhaj yang paling benar,
manhaj yang ma’shum, sebab manhaj ini diusung oleh rasululloh
shallallahu’alaihi wa salam sebagai pembawa syari’at. Beliau
shallallahu’alaihi wa salam dan para shahabatnya dijamin oleh Allah
berada di jalan yang lurus, sebagaimana firman Allah:
وَالسَّابِقُونَ
الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ
اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ
فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيم
Artinya: “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk
Islam) di antara orang-orang muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun
rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang
mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” [Q.S. At Taubah : 100]
Jadi sudah pasti apa yang ada pada mereka tidaklah ada cela, dan jalan
yang mereka tempuh adalah wajib hukumnya untuk kita ikuti. Dan
janganlah kita berpaling kepada jalan-jalan yang lain, yang mana jalan
tersebut tidak jelas apakah benar-benar telah dijamin oleh Allah ataukah
tidak.
Ketiga, kejelekan para pengikutnya tidak merubah kebaikan yang
ada pada manhaj ini. Seperti yang telah beredar tentang isu-isu yang
saya sebutkan di atas. Sebenarnya seseorang yang memang mengakui bahwa
jalan ini adalah jalan yang benar, tidak perlu lagi bahwa memang jalan
ini adalah jalan yang benar, sedangkan para pengikutnya sesungguhnya
tidaklah ma’shum. Karena memang tidak ada yang ma’shum, dan yang
ma’shum hanyalah manhajnya, sebab manhaj ini dibawa oleh orang yang
ma’shum. Jadi amat sangat salah orang yang menyebutkan keburukan para
pengikutnya berarti ajaran mereka juga buruk.
Ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi, yaitu:
1. Perbuatan seseorang baik dan buruk itu adalah hal yang relatif. Ada
kalanya seseorang itu memang juga baru dalam menerima dakwah, sehingga
ia sangat keras. Belum faham terhadap adab-adab dalam berdakwah.
2. Perbuatan seseorang yang jelek, karena ia mengaku berada di atas
jalan salafush sholeh, maka tidak bisa dijadikan sebagai ukuran. Apakah
orang-orang kafir yang suka menyumbang sembako, murah senyum, dan
berkata-kata baik dikatakan bahwa jalan yang mereka tempuh juga baik?
Tentu saja tidak. Jalan mereka adalah jalan syirik, sehingga baik atau
buruknya mereka, tetap Allah akan mengadzab mereka di hari akhir.
3. Bukan ustadz, bukan ulama, bukan fulan bin fulan yang menjadi tempat
kita menetapkan suatu persoalan. Segala persoalan itu dikembalikan
kepada Al Haq, yaitu Al Qur’an dan As Sunnah. Itulah mahzab
Ahlussunnah. Karena mahzab ini berpegang kepada keduanya. Dan apabila
ada dalil yang tidak shohih, maka dalil itu dibuang dan diambil dalil
yang shohih. Ahlussunnah tidak lain adalah ahli hadits itu sendiri,
yaitu mereka yang menjunjung tinggi sunnah, dan berada di atas sunnah.
4. Tidak masuknya kebenaran, dikarenakan masih ada secuil kesombongan
di dalam hatinya. Kalau seseorang berdakwah sesuai dengan Al Qur’an dan
As Sunnah, kemudian ditolak karena “Lebih ikut kyainya” atau “Lebih
ikut ustadznya”, maka hal itu sungguh salah. Para ulama seperti Al Imam
Asy Syaifi’ie sendiri menyuruh para pengikutnya untuk mengambil dalil
yang shohih dan meninggalkan yang dho’if. Kesombongan pada diri manusia
bisa membutakan dirinya terhadap dalil yang ada. Sehingga mereka akan
menganggap orang-orang yang menasehatinya itu tidak pantas untuk
menasehatinya sehingga ia pun ingkar kemudian.
Isu-isu yang terjadi di atas, adalah isu-isu yang sering terdengar,
baik di forum-forum, ataupun di milis-milis muslim. Mereka yang
mengatakan bahwa untuk tidak mengikuti salafiy karena mereka orangnya
keras-keras, saklek, berpikiran sempit, tradisional, tidak mengikuti
hal-hal kontemporer adalah salah. Jalan salafush sholeh ada jalan yang
benar, sebab jalan ini sudah dijamin oleh Allah Azza wa Jalla. Namun
sekalipun begitu orang yang berada di atas jalan ini tidaklah ma’sum.
Lihat manhaj itu dari mengambilnya, dan bagaimana pemahaman manhaj itu,
bukan melihat perilaku pengikutnya. Ibaratnya ada seseorang yang mati
karena minum susu, kemudian apakah setiap susu itu harom? Tentu saja
tidak, tentunya hanya susu yang benar-benar terjamin kebersihannya dan
tidak beracunlah yang bisa diminum.
Kalau
kalian sudah berada di jalan yang benar, di atas manhaj salafush
sholeh, maka saya bisa menjamin inilah jalan yang benar Insya Allah.
Inilah jalan yang benar, jangan ragu hanya karena adan memang masih
isbal, sebab manhaj ini tidak dinilai dari sini. Dan jangan ragu bahwa
manhaj ini adalah benar, sekalipun anda masih belum bisa memelihara
jenggot. Ataupun anda jarang melakukan sholat sunnah. Semuanya itu bisa
diperbaiki secara pelan-pelan, hingga hati anda benar-benar mantab.
Allah-lah yang akan menjamin anda bahwa dengan mengikutinya anda akan
selamat di dunia dan akhirat.
Wallahua’lam bishawab.