in

kurikulum humanistik dan kurikulum rekontruksi sosial dalam pendidikan agama Islam








Kawaii Aniichan: kurikulum humanistik dan kurikulum rekontruksi sosial dalam pendidikan agama Islam




kurikulum humanistik dan kurikulum rekontruksi sosial dalam pendidikan agama Islam

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………………………………..
i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………………………………………
ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………………………………………
1
A.     
Latar Belakang……………………………………………………………………………………………………….
1
B.     
Rumusan Masalah………………………………………………………………………………………………….
2
C.     
Tujuan Pembelajaran……………………………………………………………………………………………..
3
BAB
II PEMBAHASAN……………………………………………………………………………………………………….
4
A.    Pengertian
kurikulum humanistik
dan
kurikulum rekontruksi sosial…………………………………………………. 4
B.    
Dasar kurikulum pendidikan Islam………………………………………………. 8
C.     
Prinsip-prinsip penyusunan kurikulum
 pendidikan Agama Islam………………………………………………………………………………..
10
D.     
Orientasi pencapaian tujuan kurikulum
 pendidikan agama Islam…………………………………………………………………………………
12
E.     pendekatan
kurikulum humanistik dan kurikulum
rekontruksi sosial dalam pendidikan
Agama Islam………………………… 14
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………… 22
A.    Kesimpulan………………………………………………………………………………. 22
B.     Saran……………………………………………………………………………………….. 23
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………… 25




Kurikulum
merupakan suatu alat yang dipakai untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional
dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan
lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing masing satuan
pendidikan. Sejalan dengan ketentuan tersebut, perlu ditambahkan bahwa
pendidikan nasional berakar pada kebudayaan nasional dan pendidikan nasional
berdasarkan Pancasila dan undang Undang Dasar 1945.
Kurikulum
dalam hal ini membutuhkan landasan yang kuat agar dapat dikembangkan oleh
sekolah. Namun, pada kenyataaannya kurikulum dibuat sesuai standar kompetensi
dan standar nasional yang dibuat dan ditetapkan oleh pemerintah. Seharusnya,
pengembangan kurikulum itu dilakukan oleh sekolah atau lembaga pendidikan
tersebut yang lebih mengerti dan paham kurikulum seperti apa yang lebih
dibutuhkan. Pengalaman selama setengah abad negeri ini mengelola sendiri sistem
pendidikannya menunjukkan, setiap kali muncul pembicaraan yang mengarah pada
upaya perbaikan sistem pendidikan nasional selalu yang menjadi titik berat
perhatian adalah pembenahan kurikulum.
Mengapa
hal tersebut terjadi ? Apakah benar kurikulum memang memiliki dasar dan
landasan yang kuat yang memang disiapkan agar peserta didik, pendidik, orang
tua dan komponen pendidikan lainnya sesuai dengan tujuan pendidikan dan standar
pendidikan. Apa yang mendasari itu semua ? Benarkah kurikulum itu dibuat untuk
memperbaiki kurikulum yang lama dengan kurikulum yang baru, yang sering disebut
dengan evaluasi kurikulum ? Dimana sistem evaluasi digunakan  untuk
menentukan tingkat pencapaian keberhasilan peserta didik dalam bentuk hasil
khusus.
Begitu pentingnya memahami dan menguasai kurikulum bagi
seorang pendidik agar dapat menyajikan dalam bentuk pengalaman yang bermakna
bagi peserta didik, lebih jauh dari itu agar tercapai tujuan yang diharapkan.
Dengan memahami kurikulum parapendidik (widyaiswaara) dapat memilih dan
menentukan arah/orientasi tujuanpembelajaran, metode, tehnik, media
pembelajaran dan evaluasi pengajaran yang tepat. Untuk itu dalam melakukan
kajian terhadap keberhasilan dalam sistem pendidikan atau pelatihan ditemukan
oleh tujuan yang realistis, dapat diterima oleh semua pihak, sarana dan
organisasi yang baik, intensitas pekerjaan yang realistis tinggi dan serta
tenaga kependidikan bidang pendidikan Islam merekontruksi dan memahami
kurikulum serta berusaha untuk mengembangkannya. Memang menarik untuk
dibicarakan karena kurikulum sering mengalami suatu pergeseran maupun perubahan
sesuai dengan tuntutan dan tujuan pendidikan atau pelatihan yang akan dicapai,
maka dalam makalah ini akan dibahas lebih jauh tentang rekontruksi kurikulum
pendidikan dan pelatihan dan pelatihan.
B.    
Rumusan
Masalah
1.      Apa
yang dimaksud dengan kurikulum humanistik dan kurikulum rekontruksi
2.      Bagaimana
dasar kurikulum pendidikan Islam ?
3.      Apa
saja prinsip-prinsip penyusunan kurikulum pendidikan Agama Islam ?
4.      Bagaimana
Orientasi pencapaian tujuan kurikulum pendidikan Agama Islam?
5.      Bagaimana
pendekatan kurikulum humanistik dan kurikulum rekontruksi sosial dalam
pendidikan Agama Islam ?
C.   
Tujuan
Penulisan
1.      Mahasiswa/i
mampu memahami pengertian kurikulum humanistik dan kurikulum rekontruksi sosial
2.      Mahasiswa/i
mampu menjelaskan kerangka dasar kurikulum pendidikan Islam ?
3.      Mahasiswa/i
mampu menyebutkan prinsip-prinsip penyusunan kurikulum pendidikan Agama Islam ?
4.      Mahasiswa/i
mampu memahami orientasi pencapaian tujuan kurikulum pendidikan Agama Islam ?
5.      Bagaimana
pendekatan kurikulum humanistik dan kurikulum rekontruksi sosial dalam
pendidikan Agama Islam ?




A.   
Pengertian
kurikulum Humanistik dan kurikulum rekontruksi sosial
1.     
Pengertian
kurikulum humanistik
Pendidikan humanistik
merupakan model pendidikan yang berorientasi dan memandang manusia sebagai
manusia (humanisasi), yakni makhluk ciptaan Tuhan dengan fitrahnya. Maka
manusia sebagai makhluk hidup, ia harus mampu melangsungkan, mempertahankan,
dan mengembangkan hidupnya. Maka posisi pendidikan dapat membangun proses
humanisasi, artinya menghargai hak-hak asasi manusia, seperti hak untuk berlaku
dan diperlakukan dengan adil, hak untuk menyuarakan kebenaran, hak untuk
berbuat kasih sayang, dan lain sebagainya.
Pendidikan humanistik,
diharapkan dapat mengembalikan peran dan fungsi manusia yaitu mengembalikan
manusia kepada fitrahnya sebagai sebaik-baik makhluk (khairu ummah). Maka,
manusia “yang manusiawi” yang dihasilkan oleh pendidikan yang humanistik
diharapkan dapat mengembangkan dan membentuk manusia berpikir, berasa dan
berkemauan dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan yang dapat
mengganti sifat individualistik, egoistik, egosentrik dengan sifat kasih sayang
kepada sesama manusia, sifat menghormati dan dihormati, sifat ingin memberi dan
menerima, sifat saling menolong, sifat ingin mencari kesamaan, sifat menghargai
hak-hak asasi manusia, sifat menghargai perbedaan dan sebagainya.
Seperti yang telah
diuraikan diatas, bahwa kurikulum humanistik berawal dari aliran pendidikan
empiristik kemudian lahirlah pendidikan humanis dan lahir pula kurikulum
humanistik, sehingga kurikulum humanistik dikembangkan oleh para ahli
pendidikan humanis, yang mana kurikulum ini berdasarkan konsep aliran
pendidikan pribadi ( Personalized Education ) yaitu Jhon Dewey ( Progressive
Education ) dan J.J. Rousseau ( Romantic Education ) . Yang mana aliran ini
lebih memberikan tempat kepada siswa, artinya bahwa aliran ini beranggapan
bahwa manusia adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan, manusia adalah
subyek sekaligus obyek dalam pendidikan, dan juga manusia memiliki potensi ,
kekuatan dan kemampuan dalam dirinya bukan seperti yang dikatakan oleh para
nativistik bahwa manusia tak ubahnya gelas kosong yang harus diisi oleh guru,
para humanis juga menganggap bahwa manusia atau individu merupakan suatu
kesatuan yang utuh dan menyeluruh ( gestalt), sehingga berangkat dari sini,
pendidikan diarahkan kepada membina manusia yang utuh bukan saja segi fisik dan
inteletual tetapi juga segi sosial dan afektif . Sehingga dalam pendidikan
humanistik meniscayakan akan terbangunnya suasana yang rileks, permissive, dan
akrab, sehingga siswa dapat mengembangkan segala potensi yang ada dalam
dirinya.
Menurut para humanis, kurikulum berfungsi menyediakan
pengalaman (pengetahuan) berharga untuk membantu memperlancar perkembangan
pribadi murid. Tujuan pendidikan adalah proses perkembangan pribadi yang
dinamis dan diarahkan pada pertumbuhan, integritas, dan otonomi kepribadian,
sikap yang sehat terhadap diri sendiri, orang lain dan belajar. kurikulum
humanistik dipercayai sebagai fungsi kurikulum yang memberikan pengalaman
kepada siswa untuk menunjang secara intrinsik tercapainya perkembangan dan
kemerdekaan pribadi. Mereka memandang bahwa tujuan pendidikan sebagai proses
perkembangan pribadi yang dinamis dan diarahkan kepada pertumbuhan, integrasi,
otonomi kepribadian, sikap sehat kepada diri sendiri,orang lain dan belajar.
Konsep kurikulum
humanistik memandang kurikulum sebagai alat untuk mnegmbangkan diri setiap individu
siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mewujudkan dirinya sesuai dengan potensi
yang dimilikinya. Setiap individu pun mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi
muali dari yang mendasar menuju yang lebih tinggi. Konsep ini melahirkan bentuk
kurikulum yang berpusat pada anak didik atau child centered curriculum . Setiap
siswa berkesempatan untuk belajar sesuai minat dan kebutuhannya masing-masing.
Substansinya berupa rencana belajar yang disusun bersama antara anak didik dan
guru. Adapun tujuan kurikulum humanistik menekankan pada segi perkembangan
pribadi, integrasi dan otonomi individu. Tujuan ini dipanang dapat menjadi
sarana mewujudkan diri.
Contohnya, Tugas
pendidikan dalam konsep ini adalah membantu individu dalam upaya mencapai
perwujudan diri melalui pengembangan potensi yang dimiliki. Oleh karena itu,
kurikulum sekolah disusun dengan mengindahkan keserasian antara perkembangan
pribadi dan perkembangan kognisi secara simultan. Pendidikan bukan semata-mata
member tetapi menumbuhkan keberanian kepada siswa untuk melakukan sesuatu.
Kebutuhan utama yang harus dipenuhi siswa adalah kebutuhan jasmaniah seperti
makan, minum, dan tidur. Kebutuhan lainnya seperti kebutuhan akan rasa aman,
kasih saying, atau rasa ingin diterima oleh kelompoknya, kebutuhan akan rasa
dihargai dana kebutuhan perwujudan diri.
Kurikulum Humanistik
memiliki indikator menempatkan pembelajar sebagai subject dalam pendidikan,
dalam hal ini pendidikan yang bebas (liberating education) mendapatkan posisi
yang sepantasnya. Esensi dari kurikulum ini adalah mempertemukan antara afektif
domain (emotions, attitude, values) dengan kognitif domain (intelectual
knowledge and abilities). Kedua aspek domain ini dapat ditemukan dalam karakter
aktifitas pembelajaran sebagai berikut:
1.             
Partisispasi : power sharing, negotiations
dan tanggungjawab bersama
2.             
Integrasi : interaksi, interpretasi dan
integrasi pemikiran, perasaan  dan tindakan
3.             
Relevan : pembelajaran yang memiliki
hubungan dengan kebutuhan dasar dalam kehidupan siswa baik secara emosional
maupun intelektual.
4.             
Mandiri : diri sendiri merupakan obyek
dari pembelajaran
5.             
Tujuan : memiliki tujuan sosial untuk
mengembangkan diri  sebagai manusia dalam kehidupan sosial.
Sebagai contoh salah
satu titik berat dalam kurikulum humanistic ini ialah menuntut hunbungan
emosional yang baik antara guru dan murid. Guru selain harus mampu menciptakan
hubungan yang hangat dan baik dengan murid, juga harus mampu menjadi sumber. Ia
harus mampu memberikan materi yang menarik dan mampu menciptakan situasi yang
dapat memperlancar proses pembelajaran. Guru harus memberikan dorongan kepada
murid atas dasar saling percaya, contoh nyatanya yakni guru tidak memaksakan
hal-hal yang tidak disenangi muridnya.
2.     
Pengertian
kurikulum rekontruksi
Kurikulum rekonstruksi
social, merupakan model kurikulum yang lebih memusatkan perhatian pada
problem-problem yang dihadapi dalam masyarakat. Kurikulum ini bersumber pada
aliran pendidikan interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri
melainkan kegiatan bersama, kerjasama, dan interaksi, melalui interaksi dan
kerjasama siswa berusaha memecahkan problem-problem yang dihadapi masyarakat.
Theodore Brameld, pada
awal tahun 1950 menyampaikan gagasannya tentang rekonstruksi social. Dalam
masyarakat demokratis, seluruh warga masyarakat harus turut serta dalam
perkembangan dana dan perkembangan masyarakat. Untuk melaksanakan hal itu
sekola mempunyai posisi yang cukup penting, karena dapat membantu bagaimana
berpartisipasi sebaik-baiknya dalam kegiatan social.
Pendukung kurikulum rekonstruksi
social ini memberi komitmen yang tinggi pada ide social yang dibatasi oleh
konsensus sosial. Percepatan kurikulum rekonstruksi sosial dapat terjadi ketika
para orangtua dan masyarakat terlibat dalam mengajar dan berperan dalam
pelayanan sosial dan kurikulum rekonstruksi sosial bertujuan untuk menghdapkan
peserta didik pda berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan. Para pendukung
kurikulum ini yakin bahwa permasalahan yang muncul tidka harus diperhatikan
oleh pengetahuan sosial saja, tetapi oleh setiap disiplin ilmu.
B.    
Dasar
kurikulum pendidikan Islam
Sebagai salah satu komponen pendidikan yang sangat berperan dalam
mengantarkan pada tujuan pendidikan yang diharapkan, harus mempunyai
dasar-dasar yang merupakan kekuatan utama yang mempengaruhi dan membentuk
materi kurikulum, susunan dan organisasi kurikulum. Herman H. Home memberikan
dasar bagi penyusunan kurikulum dengan tiga macam, yaitu:
1.     
Dasar psikologis, yang
digunakan untuk memenyang diperoleh dari pelajar dan kebutuhan anachildren).
2.     
Dasar sosiologis, yang
digunakan untuk mengmasyarakat (the legitimate demands of society).
3.     
Dasar filosofis, yang
digunakan untuk mengetahui keadaan semesta/tempat kita hidup (The Kind Of
Universe In Which Live).
Sementra itu, Iskandar
Wiyono dan usman Mulyani menawarkan dasar-dasar

kurikulum yang senada dengan dasar-dasar diatas.
Dari dua pendapat tentang dasar-dasar penyusunan kurikulum tersebut, nampaknya

belum lengkap untuk dijadikan dasar-dasar kurikulum
pendidikan Islam. Hal ini dikarenakan pendidikan
Islam ada usaha-usaha untuk menginteralisasikan nilai-nilai agama Islam sebagai
titik sentral tujuan dan proses pendidikan Islam itu sendiri. Oleh karena itu
yang menjadi dasar dalam penyususnan kurikulum
pendidikan Islam adalah :
1.     
Dasar agama, dalam arti
segala sistem yang ada dalam masyarakat termasuk pendidikan, harus meletakkan
dasar falsafah, tujuan dan kurikulumnya pada dasar agama Islam dengan aspeknya.
Dasar aspek ini dalam kurikulum pendidikan Islam jelas harus didasarkan pada
al-Qur’an, al-Sunnah dan sumber-sumber yang bersifat furu’ lainnya.
2.     
Dasar falsafah
Dasar ini memberikan
pedoman bagi tujuan pendidikan Islam secara filosofis sehingga tujuan, isi dan
organisasi kurikulum mengandung suatu kebenaran dan pandangan hidup dalam
bentuk nilai-nilai yang diyakini sebagai suatu kebenaran, baik ditinjau dari
segi ontology, epitimologis, maupun axiology.
3.     
Dasar Psikologis
Dasar ini memberikan
landasan dalam perumusan kurikulum yang sejalan dengan ciri-ciri perkembangan
psikis peserta didik, sesuai dengan tahap kematangan dan bakatnya,
memperhatikan kecakapan pemikiran dan perbedaan perseorangan antara satu
peserta didik dengan lainnya.
4.     
Dasar Sosial
Dasar ini memberikan
gambaran bagi kurikulum pendidikan Islam yang tercermin pada dasar sosial yang
mengandung cir-ciri masyarakat Islam dan kebudayaannya. Baik dari segi
pengetahuan, nilai-nilai ideal, cara berfikir dan adat kebiasaan, seni dan
sebagainya. Sebab tidak ada satu masyarakat yang tidak berbudaya dan tidak ada
satu kebudayaan yang tidak berada pada masyarakat. Kaitan dengan kurikulum
pendidikan Islam sudah tentu kurikulum ini harus mengakar terhadap masyarakat
dan perubahan serta perkembangan.
5.     
Dasar Organisatoris
Dasar ini memberikan
landasan dalam penyusunan bahan pelajaran beserta penyajiannya harus terukur
dan jelas tujuan pencapaiannya.
Berdasarkan dasar diatas, maka penyusunan sebuah kurikulum
pendidikan Islam harus berdasakan dasar-dasar diatas: dasar relight memberikan
nilai terhadap tujuan umum pendidikan. adapun dasar sosiologis berperan
membeikan dasar untuk menentukan apa saja yang dipelajari sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, kebudayaan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sementara dasar organisator berfungsi memberikan motivasi dalam bentuk
bagaimana bahan pelajaran itu di susun dengan sistematis, dan bagaimana penentu
luas dan urutan mata pelajaran. Selanjutnya dasar psikologis berperan
memberikan berbagai prinsip-prinsip tentang perkembangan peserta didik dalam
berbagai aspeknya, serta cara menyampaikan bahan pelajaran agar dapat dicerna
dan dikuasi oleh peserta didik sesuai dengan tahap perkembanganya.
C.   
Prinsip-prinsip
penyusunan kurikulum pendidikan Agama Islam
Dalam
penyusunan kurikulum, kita harus memperhatikan prinsip-prinsp yang dapat
mewarnai kurikulum pendidikan Islam. Adapun prinsip-prinsip tersebut
berbeda-beda menurut analisis para pakar. Dalam
merumuskan kurikulum pendidikan Islam, penulis mengambil pemikiran para pakar
tersebut kemudian ditambah dan disesuaikan dengan esensi kurikulum pendidikan
Islam.
Prinsip-prinsip
penyusunan kurikulum pendidikan Islam adalah :
1.     
Prinsip berdasarkan ajaran
dan nilai-nilainya. Maka setiap yang berkaitan dengan kurikulum, termasuk
falsafah, tujuan-tujuan, kandungan-kandungan, metode mangajar, cara perlakuan,
dan hubungan-hubungan yang belaku dalam lembaga-lembaga pendidikan harus
berdasarkan pada agama dan akhlak Islam.
2.     
Prinsip pengarah pada tujuan
adalah seluruh aktifitas dalam kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan yang
dirumuskan sebelumnya.
3.     
Prinsip (integritas) antara
mata pelajaran, pengalaman-pengalaman dan aktiviti yang terkandung dalam
kurikulum, begitu pula dengan pertautan antara kandungan kurikulum dengan
kebutuhan murid juga kebutuhan masyarakat.
4.     
Prinsip relevansi adalah
kesesuaian pendidikan dengan lingkungan hidup murid, relevansi dengan kehidupan
masa sekarang dan akan datang, relevansi dengan tuntutan pekerjaan.
5.     
Prinsip fleksebilitas,
adalah terdapat ruang gerak yang memberikan sedikit kebebasan dalam bertindak,
baik yang berorientasi pada flekseibilitas pemilihan program pendidikan maupun
dalam mengembangkan program pengajaran.
6.     
Prinsip intergritas adalah
kurikulum tersebut dapat menghasilkan manusia seutuhnya, manusia yang mampu
mengintergritaskan antara fakultas zikir dan fakultas fikir, serta manusia yang
dapat menyelaraskan struktur kehidupan dunia dan struktur akhirat.
7.     
Prinsip Efesiensi, adalah
agar kurikulum dapat mendayagunakan waktu, tenaga, dana, dan sumber lain secara
cermat tepat, memadai dan dapat memenuhi harapan.
8.     
Prinsip kontinuitas adalah
bagaimana susunan kurikulum yang terdiri dari bagian
 yang berkelanjutan
dengan kaitan-kaitan kurikulum lainnya, baik secara vertikal (perjenjangan,
tahapan), maupun secara horizontal.
9.     
Prisip individualitas adalah
bagaimana kurikulum mempergatikan perbedaan pembawaan dan lingkungan pada
umumnya yang meliputi seluruh aspek pribadi anak didik, seperti perbedaan
jasmani, watak intelegensi, bakat serta kelebihan dan kekurangannya.
10.  Prinsip kesamaan memperoleh kesempatan dan demokratis adalah
bagaimana kurikulum dapat memberdayakan semua peserta didik memperoleh
pengetahuan  keterampilan dan sikap dapat
diutamakan. Seluruh peserta didik/ santri dari berbagai kelompok seperti
kelompok yang kurang beruntung secara ekonomi dan sosial yang memerlukan
bantuan khusus, bakat dan unggul berhak menerima pendidikan yang tepat yang
sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya.
11.  Prinsip kedimnamisan, adalah agar kurikulum itu tidak statis, akan
tetapi dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan perubahan sosial
12.  Prinsip keseimbangan, adalah bagaiamana kurikulum dapat
menegmbangakan sikap potensi peserta didik yang harmonis.
13.  Prinsip efektivitas, adalah agar kurikulum dapat menunjang
efektivitas guru yang mengajar dan peserta didik yang belajar.
Prinsip kurikulum pendidikan Islam
merupakan kaidah sebagai landasan supaya kurikulum pendidikan sesuai dengan
harapan semua pihak. Dalam hal ini WinarnSuracman sebagaimana dikutip Abdul
Ghofir mengemukakan prinsip kurikulumpendidikan yaitu relevansi, efektifitas,
efesiensi, fleksibelitas, dan kesinambungan.
 NanSyaodih S. menerangkan bahwa prinsip umum
kurikulum adalah prinsip relevansi fleksibelitas, kontinuitas, praktis, dan
efektifitas. Sementara itu Al Syaibaini dalam Muhaimin menyatakan bahwa prinsip
umum yanmenjadi dasar kurikulum pendidikan Islam adalah pertautan sempurna
dengan agama prinsip universal, keseimbangan antara tujuan dan isi kurikulum,
keterkaitan dengan segalaspek pendidikan, mengakui adanya perbedaan
(fleksibel), prinsip perkembangan daperubahan, yang selaras dengan
kemaslahatan, dan prinsip pertautan antara semua elemen kurikulum.
D.   
Orientasi
pencapaian tujuan kurikulum pendidikan agama Islam
Kurikulum pendidikan Islam
berorientasi kepada:
1.     
Orientasi pelestarian nilai
Dalam pandangan Islam, nilai terbagi menjadi dua macam, yaitu
niali yang turun dari Allah Swt, yang disebut nilai ilahiah, dan nilai yang
tumbuh dan berkembang dari peradaban manusia sendiri yang disebut dengan nilai
insaniyah, kedua nilai tersebut selanjutnya membentuk norma-norma atau
kaidah-kaidah kehidupan yang dianut dan melembaga pada masyarakat yang
mendukungnya. Tugas kurikulum selanjutnya adalah menciptakan situasi-situasi
dan program tertentu untuk tercapainya pelestarian kedua nilai tersebut. Orientasi
ini memfokuskan kurikulum sebagai alat untuk tercapainya “agent of
conservative”.
2.     
Orientsi pada peserta didik
Orientasi ini memberikan kompas pada kurikulum untuk memenuhi
kebutuhan peserta didik yang disesuaikan dengan bakat, minat dan potensi yang
dimilikinya, serta kebutuhan peserta didik. Orientasi ini diarahkan kepada
pembinaan tiga Kurikulum pendidikan Islam berorientasi kepada:
a.      
Orientasi pelestarian nilai
b.     
Dalam pandangan Islam, nilai
terbagi menjadi dua macam, yaitu niali yang turun dari Allah Swt, yang disebut
nilai ilahiah, dan nilai yang tumbuh dan berkembang dari peradaban manusia
sendiri yang disebut dengan nilai insaniyah, kedua nilai tersebut selanjutnya
membentuk norma-norma atau kaidah-kaidah kehidupan yang dianut dan melembaga
pada masyarakat yang mendukungnya. Tugas kurikulum selanjutnya adalah
menciptakan situasi-situasi dan program tertentu untuk tercapainya pelestarian
kedua nilai tersebut. Orientasi ini memfokuskan kurikulum sebagai alat untuk
tercapainya “agent of conservative”.
c.      
Orientsi pada peserta didik
Orientasi ini memberikan kompas pada kurikulum untuk memenuhi
kebutuhan peserta didik yang disesuaikan dengan bakat, minat dan potensi yang
dimilikinya, serta kebutuhan peserta didik. Orientasi ini diarahkan kepada
pembinaan tiga sederhana sampai kehidupan dan peradaban yang paling tinggi
dengan IPTEKmasalah yang rumit menjadi mudah, maslaah yang tidak berguna
menjadi lebiberguna, masalah yang usang dan kemudian dibumbui dengan roduk
IPTEKmenjadi lebih menarik.
d.     
Orientasi pada sosial demand
Masyarakat yang maju adalah masyarakat yang ditandai oleh
munculnya berbagaperadaban dan kebudayaan sehingga masyarakat tersebut
mengalami perubahadan perkembangan yang pesat walaupun perkembangan itu tidak
mencapai padtitik kulminasi. Hal ini kehidupan adalah berkembangan, tanpa
perkembangaberarti tidak ada kehidupan.
Orientasi pencapaian tujuan dari kurikulum dimaksud adalah
bagaimanmemberikan kontribusi positif dalam perkembangan sosial dan
kebutuhannyasehingga ou put di lembaga pendidikan mampu menjawab dan mengatasi
sejumlamasalah yang di hadapi oleh masyarakat.
e.      
Orientasi pada tenaga kerja
Manusia sebagai makhluk biologis mempunyai unsur mekanisme jasmani
yang membutuhkan kebutuhan-kebutuhan lahiriah, misalnya makan minum, bertempat
tinggal yang layak, dan kebutuhan biologis lainnya. Kebutuhan-kebutuhan
tersebut harus dipenuhi secara layak dan salah satu di antara persiapan untuk
mendapatkan pemenuhan kebutuhan yang layak adalah melalui pendidikan. Dengan
pendidikan, pengalaman dan pengetahuan seseorang bertambah dan menentukan
kualitas kerja seseorang. Hal ini karena dunia kerja dewasa ini semakin banyak
saingan, dan jumlah perkembangan penduduk jauh lebih pesat dari penyediaan
lapangan kerja. Sebagai konsekuensinya, kurikulum pendidikan diarahkan untuk
memnuhi kebutuhan kerja. Hal ini ditujukan setelah keluar dari lembaga sekolah,
peserta didik mempunyai kemampuan dan keterampilan yang profesional,
berproduktif dan kreatif, mampu mendaya gunakan sumber daya alam, sumber daya
diri dan sumber daya situasi yang mempengaruhinya.
f.      
Orientasi penciptaan
lapangan kerja
Orientasi pada penciptaan lapangan kerja ini tidak hanya
memberikan arahan kepada kurikulum bagaimana menciptakan peserta didik yang
terampil agar dapat mengisi lapangan kerja didalam  masyarakat. Akan tetapi mengingat terbatasnya
lapangan kerja, maka kurikulum hendaknya dapat pula menciptakan peserta didik
yang dapat membuat lapangan kerja baru yang dapat menyerap tenaga kerja
terutama dirinya dan orang lain. Dengan orientasi ini maka hidupnya tidak
menggantungkn diri pada orang lain, bahkan orang lain yang menggantungkan hidup
kepadanya. Inilah sebenarnya target dari rekontruksi kurikulum pendidikan
Islam, agar pencapaian tujuan dapat terlaksana dengan baik dan uo put yang dihasilkan
mampu bersaing dalam era yang bagaimanapun adanya. Makanya kurikulum tersebut
harus benar-benar relevan dan selalu mengikuti perkembangan khususnya di era
global sekarang.
E.    
pendekatan
kurikulum humanistik dan kurikulum rekontruksi sosial dalam pendidikan Agama
Islam
1.     
Pendekatan
kurikulum humanistik dalam pendidikan agama Islam
a.     
Pendekatan
kurikulum humanistik pada pelajaran Fiqih
Tawaran pembelajaran fiqih
dengan pendekatan humanistik bermaksud memberikan solusi atas berbagai
permasalahan dalam praktek pembelajaran fiqih yang penulis anggap belum
maksimal, dan belum mencerminkan semangat prinsip-prinsip humanistik. Bahwa
dalam pembelajaran harus tercermin ”ruh” humanistik dalam setiap komponen
pembelajaran yang meliputi aspek ; tujuan pembelajaran, strategi pembelajaran,
metode pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.
b.     
Prinsip-Prinsip
Pembelajaran Fiqih yang Humanistik.
Supaya tujuan pembelajaran fiqih yang humanistik  di tingkat MTs. Dapat tercapai dengan
efektif, ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam pembelajarannya,
diantaranya adalah :  
1)     
Guru dalam pembelajarannya
harus memanfaatkan potensi akal  siswa.
2)     
Mengembangkan  insight  
atau  persepsi  siswa. Yaitu, 
pemahaman  terhadap hubungan antar
bagian di dalam suatu situasi permasalahan.
3)     
Melibatkan emosi siswa.
4)     
 Mendahulukan 
kemampuan  prosedural  siswa, 
yaitu  kemampuan mengenai cara
melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu.
5)     
Pembelajaran yang  menyenangkan dan penuh  makna (meaningfull learning).
c.       Strategi Pembelajaran Fiqh yang Humanistik
Menurut hemat penulis
strategi pembelajaran yang sesuai untudigunakan dalam pembelajaran fiqih MTs.
yang humanistik adalah 
strategpembelajaran kontekstual, 
dan strategi pembelajaran Quantum Teaching.
1)     
Strategi Pembelajaran Kontekstual (CTL).
Pendekatan kontekstual (Contextual
Teaching and Learning),
merupakan konsep belajar  yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkadengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa untuk membuat
hubungantara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupnyata sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Belajar akan lebih
bermakna ketiksiswa mengalami apa yang dipelajari bukan sekedar mengetahuinya.
Hal ini sejalan dengan filosofi belajar humanistik, bahwa siswa
dengan potensi /fitrah yang dimilikinya mempunyai cara sendiri dalam
mengkonstruk pengetahuan yang dipelajarinya. Pembelajaran dengan pendekatan ini
lebih menghargai domain-domain yang ada dalam diri siswa, selain domain
kognitif. Sehingga dalam proses pembelajarannya nilai-nilai kemanusiaan yang
ada dalam diri siswa  mendapat perhatian
untuk dikembangkan. Selain itu filosofi belajar humanistik juga menghendaki
bahwa belajar tidak saja terhenti pada aspek penguasaan ilmu (kognitif), akan
tetapi harus sampai pada aspek pengamalan (psikomotorik dan afektif). Dengan
mengacu kepada karateristik pembelajaran kontekstual, maka penerapan
pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran fiqih yang humanistik dapat
dilakukan dengan cara:
a)     
Menuntun siswa mengingat
kembali  apa  yang  mereka
ketahui tentang materi yang akan diajarkan;
b)     
Membimbing siswa untuk langsung
merasakan ibadah atau mu‟amalah yang 
diajarkan,  seperti  wudhu’, shalat berjamaah, dzikir dan
seterusnya
c)     
Memberikan informasi bahwa
apa yang siswa lakukan itu sangat bermanfaat bagi kehidupan mereka;
d)     Memotivasi siswa untuk mengaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari;
e)     
Memotivasi siswa untuk selalu
menambah pengetahuan yang sudah di peroleh.
2)     
Strategi Pembelajaran Kuantum (QuantumTeaching).
Strategi pembelajaran
kreatif – inovatif kedua yang sesuai diterapkan dalam  pembelajaran fiqih yang humanistik adalah
pembelajaran kuantum. Pembelajaran Kuantum (QuantumTeaching) bermakna
interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya karena semua kehidupan
adalah energi yang dilakukan dalam proses pembelajaran. Quantum Teaching adalah
sebuah pembelajaran yang menciptakan lingkungan belajar  yang efektif, dengan cara menggunakan unsur yang
ada pada siswa dan lingkungan belajarnya.
Pembelajaran kuantum ini
menurut penulis tepat untuk diterapkan dalam pembelajaran fiqih yang
humanistik, dengan argumentasi berikut :
a)     
Sesuai dengan sifat
humanistik, dimana posisi manusia sebagai pembelajar  (siswa) menjadi pusat perhatiannya. Potensi
diri, kemapuan pikiran, daya motivasi, dan sebagainya dari siswa dapat berkembang
secara maksimal ;
b)     
Bersifat konstruktivistis,
sebagai konsekuensinya pembelajaran quantum menekankan pentingnya peranan
integrasi antara faktor potensi diri selaku pembelajar dengan lingkungan akan
memperoleh pembelajaran yang optimal ;
c)     
Pembelajaran quantum
menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran.
Tanpa nilai dan keyakinan tertentu, proses pembelajaran kurang bermakna ;
d)     Pembelajaran quantum mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran
dalam proses pembelajaran.
Dengan mendasarkan prinsip-prinsip pembelajaran quantum, maka
dalam penerapan pembelajaran fiqih yang humanistik , misalnya bisa ditempuh
dengan cara yakni teknik AMBAK . 
Teknik AMBAK Adalah
singkatan dari “APA MANFAAT BAGIKU”
Teknik ini menghadirkan bagaimana sedapat mungkin perasaan dalam diri siswa
bahwa apa yang mereka pelajari akan memberikan manfaat besar. Penjelasannya
sebagai berikut :
a)    A : Apa yang dipelajari? Dalam materi ta’ziah dan perawatan jenazah (kelas IX) misalnya,
guru hanya menetapkan prinsip-prinsip atau aturan-aturan pokok yang harus
dilakukan. Siswa sendirilah yang menemukan praktek sesungguhnya di lapangan. 
b)   M : Manfaat. Kadang guru lupa menjelaskan manfaaat yang diperoleh dari materi
yang diajarkan.  Misalnya materi tentang
wudu’, tetapi lebih dari itu guru harus bisa menjelaskan kepada siswa apa
hikmah, manfaat yang bisa diambil dari wudu’ itu. 
c)    .BAK :
Bagiku.
Manfaat apa yang akan saya dapat dikemudian hari dengan mempelajari
semua ini. Misalnya, pelajaran bersuci dengan tayamum. Mungkin bagi siswa yang
tinggal di daerah pasokan air melimpah , mungkin materi tayamum tidak banyak
memberikan arti. Dalam kondisi ini guru harus bisa menjelaskan kepada siswa
bahwa suatu saat cara bersuci dengan tayamum pasti akan bermanfaat, terlebih
ketika tidak menemukan air, ketika sakit dan tidak boleh kena air, dan apabila
dalam suatu perjalanan jauh. 
Pembelajaran Fiqih dengan teknik AMBAK ini, menunjukkan betapa Quantum
Teaching lebih menekankan  pada
pembelajaran yang sarat makna dan sistem nilai, dan humanis yang tentunya bisa
dikontribusikan kelak saat siswa dewasa nanti.
3)     
Metode Pembelajaran
Fiqh yang Humanistik
Metode pembelajaran adalah
upaya  mengimplementasikan strategi  di atas agar berjalan dengan optimal. Jadi dalam
merealisasikan strategi itu bisa menggunakan beberapa metode. Mengacu  strategi pembelajaran di atas, maka metode
pembelajaran yang dapat digunakan bisa dikolaborisikan beberapa metode yang
ada, meliputi  metode ceramah,
demonstrasi, resource person
tanya jawab dan diskusi serta metode resitasi. Metode-metode itu
diterapkan secara berkolaborasi, saling menunjang dan melengkapi dalam mencapai
tujuan pembelajaran.
4)     
Media  dan Sumber Pembelajaran Fiqh yang Humanistik
Media pembelajaran yang
menunjang dalam pembelajaran fiqih yang  humanistik
antara lain media visual,  audio visual
dan alam. Pemanfaatan media ini harus benar-benar dipergunakan oleh guru agar tujuan
pembelajaran mudah tercapai dan siswa termotivasi untuk melakukan hal-hal yang
dianjurkan oleh guru.  Sedangkan sumber
belajar dalam pembelajaran fiqih adalah sebagai berikut :
Buku-buku materi fiqih MTs.
Sebagai acuan pokok. Kemudian buku-buku fiqih lainnya sebagai penunjang,
majalah, buletin atau internet, dan mendatangkan pelaku (nara sumber) asli,
misal dokter, psikolog.
5)     
Evaluasi
Pembelajaran Fiqh yang Humanistik
Evaluasi atau penilaian
terhadap siswa di kelas dapat dilakukan dengan pretest, embedded test dan
post test. Evaluasi materi fiqih yang humanistik  tidak cukup hanya di dalam kelas, namun juga
di luar kelas seperti di lingkungan sekolah, masyarakat dan di rumah. Hal ini
diperlukan untuk mengetahui gambaran yang utuh tentang pemahaman dan aplikasi
pemahaman siswa terhadap satu materi fiqih dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil evaluasi itu, dapat
disampaikan kepada wali murid tidak hanya berupa angka, namun juga berisi
narasi atau paparan tentang kemampuan siswa setiap standar kompetensinya. Dalam
penilaian atau evaluasi berbasis pendekatan humanistik, maka mengharuskan guru
fiqih untuk melakukan penilaian/tes tidak hanya pada ranah kognitif saja,
melainkan ketiga ranah yang ada (domain kognitif, afektif, dan psikomotorik).
Untuk menilai masing-masing ranah tersebut dipergunakan teknik penilaian yang
berbeda.
a)     
Tes untuk menilai ranah
Kognitif. Untuk menilai ranah kognitif dipergunakan tes lisan, tes uraian
(esay) tes tulisan obyektif (pilihan ganda) dan porto folio.
b)     
Tes untuk menilai ranah
Psikomotorik. Untuk menilai ranah psikomotorik dipergunakan tes perbuatan (performance).
Tes perbuatan adalah tes yang dipergunakan untuk menilai berbagai macam
perintah yang harus dilaksanakan siswa yang berbentuk perbuatan, penampilan
atau kinerja. Beberapa bentuk tes perbuatan, diantaranya:
·        
Tes tertulis:  yang menjadi sasaran tes ini adalah kemampuan
siswa dalam menampilkan karya, misalnya gambar orang shalat, gambar orang
wudhu’, adab masuk masjid, dan sebagainya.
·        
Tes identifikasi: yang
ditujukan untuk kemampuan siswa dalam mengidentifikasi sesuatu yang tidak  sesuai dengan ajaran Islam disekolah,
misalnya sampah berserakan, selokan yang kotor, dan lainlain.
·        
Tes simulasi: misalnya cara
memandikan dan mengkafani mayat, manasik haji dan lain-lain.
·        
Tes untuk menilai ranah
Afektif Ranah afektif sangat penting dicapai dalam proses pembelajaran. Setiap
mata pelajaran sebenarnya memiliki ranah afektif. Ranah afektif ini mengandung
seperangkat nilai (value) – dan nilai-nilai inilah yang diinternalisasikan
dalam proses pembelajaran. Untuk menilai sikap dipergunakan teknik penilaian non-tes.
Teknik penilaian non-tes yang dapat dipergunakan adalah : Observasi Perilaku, Wawancara
dan laporan pribadi.
2.     
Pendekatan
kurikulum rekontruksi sosial dalam pendidikan agama Islam
Kurikulum ini sangat memperhatikan
hubungan kurikulum dengan sosial masyarakat dan politik perkembangan ekonomi.
Kurikulum ini bertujuan untuk menghadapkan peserta didik pada berbagai
permasalahan manusia dan kemanusian. Permasalahan yang muncul tidak harus
pengetahuan sosial saja, tetapi di setiap disiplin ilmu termasuk ekonomi,
kimia, matematika dan lain – lain. Kurikulum ini bersumber pada aliran
pendidikan interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri,
melainkan kegiatan bersama. Melalui interaksi ini siswa berusaha memecahkan
problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan
masyrakat yang lebih baik.
Kegiatan yang dilakukan dalam kurikulum
rekonstruksi sosial antara lain melibatkan :
a)     
Survey kritis terhadap suatu masyarakat.
b)     
Studi yang melihat hubungan antara
ekonomi lokal dengan ekonomi nasional atau internasional.
c)     
Study pengaruh sejarah dan kecenderungan
situasi ekonomi lokal.
d)     Uji coba kaitan praktek politik dengan perekonomian.
e)     
Berbagai pertimbangan perubahan politik.
f)      
Pembatasan kebutuhan masyarakat pada
umumnya.
Pembelajaran yang
dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial harus memenuhi 3 kriteria
berikut, yaitu: nyata, membutuhkan tindakan dan harus mengajarkan nilai.
Evaluasi dalam kurikulum rekontruksi sosial mencakup spektrum luas, yaitu
kemampuan peserta didik dalam menyampaikan permasalahan, kemungkinan pemecahan
masalah, pendefinisian kembali pandangan mereka dan kemauan mengambil tindakan.




Dari
beberapa penjelasan tentang rekontruksi kurikulum pendidika Islam, maka
dapatlah ditarik suatu kesimpulan yaitu :
1)     
Pendidikan merupakan usaha
untuk memanusiakan manusia atau dengan kata lain usaha yang dilakukan oleh
orang dewasa untuk memberikan bimbingan kepada peserta didik dalam rangka
membuat ia menjadi dewasa dan salah satu faktor yang sangat menentukan dalam
arah dan tujuan pendidikan adalah kurikulum. Dalam tatanan operasionalnya,
kepribadian widyiswara atau fasilitator menjadi faktor utama dalam pelaksanaan
kurikulum formal, pada hakekatnya pemerintah hanya merealisasikan atau
mendelegasikan dan widyiswar faktor penentu keberhasilannya,  oleh sebab itu, pendidik harus mengerti dan
memahami kurikulum.
2)     
Kurikulum dalam proses
pendidikan dan pelatihan adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan,
dalam kurikulum memiliki bagian-bagian penting sebagai penunjang yang dapat
mendukung operasinya dengan baik. Bagian ini disebut komponen-komponen tersebut
saling berkaitan, berinteraksi satu sama lain dalam mencapapai tujuan. Dalam
komponen kurikulum pendidikan dan pelatihan Islam haruslah bersifat fungsional
yang tujuannya mengeluarkan dan  membentuk
aparatur negara muslim yang kenal agama dan Tuhannya, berakhlak mulia Al-Qur’an,
tetapi juga mengeluarkan manusia mengenal akan hakikat kehidupan, sanggup
menikmati kehidupan yang mulia masyarakat bebas dan mulia, sanggup memberi dan
membina masyarakatnya itu dan mendorong mengembangkan  kehidupan melalui pekerjaan atau tugas pokok
dan fungsi tertentu yang dikuasinya. Dalam penyusunannya, rekontruksi kurikulum
pendidikan dan pelatihan Islam  haruslah
memperhatikan dasar-dasar yang menjadi kekuatan utama dalam mempengaruhi dan
dan membentuk materi, susunan serta organisasi kurikulum. Disamping itu pula
dalam pola penyusunannya harus memperhatikan prinsip-prinsip yang akan
dijadikan landasan utama. Sebenarnya secara garis besar pola penyusunan
kurikulum pendidikan Islam berorientasi pada pelestarian nilai-nilai yang
terdapat dalam wahyu, nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang melalui peradaban
manusia, kemudian berikutnya kurikulum harus berorienasi  pada aspek peserta diklat dan terkait dengan
aspek penciptaan dunia lapangan kerja sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Selanjutnya untuk menentukan berhasil atau tidaknya proses
pelaksanaan program pendidikan, maka langkah yang harus ditempuh adalah dengan
evaluasi karena itu evaluasi merupakan komponen yang sangat penting untuk
melihat pencapaian tujuan.
3)    Pendidikan humanistik
merupakan model pendidikan yang berorientasi dan memandang manusia sebagai
manusia (humanisasi), yakni makhluk ciptaan Tuhan dengan fitrahnya. 
kurikulum humanistik dipercayai sebagai fungsi
kurikulum yang memberikan pengalaman kepada siswa untuk menunjang secara
intrinsik tercapainya perkembangan dan kemerdekaan pribadi. 
Konsep kurikulum
humanistik memandang kurikulum sebagai alat untuk mengembangkan diri setiap
individu siswa. Aliran yang termasuk dalam  pendidikan humanis yaitu
pendidikan konfluen, kritikisme Radikal, dan Mistikisme Modern. Aliran – aliran
pendidikan humanis tersebut memunculkan kurikulum humanistik. Karakteristik
kurikulum humanistik yaitu :
·            Adanya hubungan yang harmonis antara guru dan siswa.
·            Integralistik
·            Totalitas
·            Model Evaluasi tidak ada kriteria pencapaian.
Penerapan teori humanis dalam kurikulum pendidikan
diantaranya murid akan belajar dengan baik apa yang mereka mau dan perlu
ketahui, mengetahui bagaimana cara belajar lebih penting daripada membutuhkan
banyak pengetahuan, evaluasi diri adalah satu satunya evaluasi yang berarti
untuk pekerjaan murid dan lain – lain.
Dari apa yang
telah dijelaskan diatas, setidaknya kita tahu dan memahami tentang pengertian kurikulum,
prinsip dan pendekatan kurikulum humanistik dan rekontruksi sosial dalam
pendidikan Agama Islam, Kritik dan saran sangat penulis harapkan sekiranya
dapat menjadi tolak ukur untuk pembuatan makalah kedepannya. Walaupun materi
ini didapat dari buku multimedia pembelajaran, tidak menutup kemungkinan
terdapat salah pengetikan atau salah pemahaman. Untuk itu mohon maaf apabila
ada kekeliruan dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
siapa saja yang membacanya.




Sukmadinata, Nana
Sy.(2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi.Bandung: Kesuma
Karya.
————————
(2002).Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah.Bandung: Kesuma
Karya.
————————
(2001). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek.Bandung: Remaja
Roosdakarya. .
Suyanto dan Djihad
Hisyam.2000.Refleksi dan Reformasi Pendidikan Di Indonesia memasuki
millennium III.
Yogyakarta:Adi Cita Karya Nusa
Musthofa Rembangy,
M.S.I.2008.Pendidikan Transformatif, Pergulatan kritis merumuskan pendidkan
di Tengah arus Globalisasi.
Yogyakarta:Penerbit Teras.
Sukmadinata, Nana
Syaodih Prof. Dr. 2009. Pengembangan Kurikulum Teori
dan   Praktek.
.Bandung:RemajaRosdakarya.
http://www.slideshare.net/papih/pengembangan-kurikulum
Sanjaya, Wina Dr.
M.Pd.2008.Kurikulum dan Pembelajaran.Jakarta:Kencana Prenada Media Grup.



Lihat: Bukhari muslim, Konsep Kurikulum Pendidikan Barat Menurut
Perspektif pendidikan Islam: Tinjauan terhadap filsafat Progresivisme, (Banda
Aceh: Arraniry Press, 2007), hal. 46-47. Konsep tentang kurikulum juga harus
mengutamakan perkembangan anak sebagai individu dalam aspek kepribadian ini,
juga dikenal dengan istlah kuikulum humanistik. Kurikulum ini sesuai dengan
kurikulum trnsformasi dalam pendidikan Islam. Lihat juga, S. Nasution,
Perkembangan Kurikulum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 21.
Bandingkan, Hilda Taba, curiculum Development Theori and Practice, (New York:
Harcourt Brace and World Inc, 1962), hal. 28.
Nana Syaodih
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum : Teori dan Praktek. (Bandung
: Remaja Rosdakarya, 2010) hlm. 91
Iskandar Wiyogsumo dan Usman Mulyadi, Dasar Dasar
Pengembangan Kurikulum, (jakarta: Bina Aksara, 1998), hal. 9 ndan 56.
 Iskandar Wijaksumo
dan Usman Mulyadi, Dasar-Dasar Pengembangan……,hal. 520-522. Lihat juga,
Zakiyah Daradjad, dkk, Filsafat….,hal. 125, Lihat
pula Asma Hasan Fahmi, Sejarah Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang,, 1998), hal. 88-103.
 Nana Syaodih
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek,  (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2002), hal.
150-151

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

LANDASAN TEORITIS DAN SOSIOLOGIS DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)