
Nasabnya
Kun-yahnya adalah Abu Yazid dan ada pula yang mengatakan Abu Isa. Ibunya bernama Fatimah binti Asad bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay (Ibnu Saad: ath-Thabaqat al-Kubra, 4/31).
Memeluk Islam dan Berjihad
Setelah di Madinah, ia turut serta dalam Perang Mu’tah. Kemudian kembali dan mengalami sakit. Sehingga namanya tak terdengar disebut dalam Fathu Mekah, Perang Thaif, Khaibar, dan Hunain (Ibnu Asakir: Tarikh Dimasyq, 9/41). Dalam versi lain, disebutkan bahwa ia termasuk orang yang bertahan mendampingi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat kaum muslimin kocar-kacir di Perang Hunain (Ibnu al-Atsir: Asad al-Ghabah, 4/61).
Keilmuan
Aqil bin Abu Thalib radhiallahu ‘anhu adalah seorang yang fasih lisannya dan mantab jawabannya (az-Zarkili: al-A’lam, 4/242). Orang-orang Quraisy menyatakan bahwa ia adalah orang yang paling tahu tentang sejarah Quraisy. Tapi ia tak menyukai gelaran ini. Mengapa? Ia menganggap kalau mengetahui seluk-beluk Quraisy, seolah-olah meridhai kejahatan mereka di masa lalu. Dulu, orang-orang berkumpul menemui Aqil untuk mempelajari nasab bangsa Arab dan sejarah mereka (ayyamulArab). Karena sangat menguasai bidangnya, ia terkenal dengan sangat cepat dan tepat dalam menjawab (Ibnu Abdil Bar: al-Isti’ab fi Ma’rifati al-Ash-hab, 3/1078).
Kedudukan Aqil di Sisi Nabi
Beberapa hadits Nabi diriwayatkan dari Aqil bin Abu Thalib radhiallahu ‘anhu. Mereka yang meriwayatkan dari Aqil di antaranya adalah putranya sendiri, Muhammad. Kemudian cucunya, Abdullah. Kemudian ada nama Musa bin Thalhah dan al-Hasan al-Bashri (an-Nawawi: Tadzhib al-Asma’ wa al-Lughat, 1/337). Para ulama yang meriwayatkan haditsnya di antaranya adalah an-Nasa-I dan Ibnu Majah.
Kedudukannya yang utama di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah kita sebutkan di awal. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya,
يَا أَبَا يَزِيدَ، إِنِّي أُحِبُّكَ حُبَّيْنِ حُبًّا لِقَرَابَتِكَ مِنِّي، وَحُبًّا لَمَّا كُنْتُ أَعْلَمُ مِنْ حُبِّ عَمِّي إِيَّاكَ
“Hai Abu Yazid, sungguh aku mencintaimu dengan dua kecintaan. Cinta karena kekerabatanmu denganku. Dan rasa cinta karena aku tahu betapa pamanku sangat mencintaimu.” (HR. al-Hakim dalam Mustadraknya, 6464).